Senin, 23 November 2009
HUKUM KEKEKALAN ENERGI MEKANIK
HUKUM KEKEKALAN ENERGI MEKANIK
I. TUJUAN
Membuktikan hukum kekekalan energi pada energi mekanik,pada perubahan energi potensial menjadi energi kinetik.
II. ALAT DAN BAHAN
1. rel presisi 7. kaki rel
2. penyambung rel 8. klem meja
3. tali nilon 9. katrol
4. sensor 10. kereta dinamik
5. timer counter 11. beban bercelah, 50 gr
6. statif
III. DASAR TEORI
Energi dari suatu benda adalah ukuran dari kesanggupan benda tersebut untuk melakukan suatu usaha. Satuan energi adalah joule. Dalam ilmu fisika energi terbagi dalam berbagai macam/jenis, antara lain :
- energi kinetik/kinetis
- energi panas
- energi air
- energi batu bara
- energi minyak bumi
- energi listrik
- energi matahari
- energi angin
- energi kimia
- energi nuklir
- energi gas bumi
- energi ombak dan gelombang
- energi minyak bumi
- energi mekanik/mekanis
- energi cahaya
- energi listrik
- dan lain sebagainya
A. Energi potensial atau Energi Diam
Energi potensial adalah energi yang dimiliki suatu benda akibat adanya pengaruh tempat atau kedudukan dari benda tersebut. Energi potensial disebut juga dengan energi diam karena benda yang dalam keaadaan diam dapat memiliki energi. Jika benda tersebut bergerak, maka benda itu mengalami perubahan energi potensial menjadi energi gerak. Contoh misalnya seperti buah kelapa yang siap jatuh dari pohonnya, cicak di plafon rumah, dan lain sebagainya.
Rumus atau persamaan energi potential :
Ep = m.g.h
keterangan:
Ep = energi potensial
m = massa dari benda
g = percepatan gravitasi
h = tinggi benda dari tanah
B. Energi Kinetik atau Kinetis
Energi kinetik adalah energi dari suatu benda yang dimiliki karena pengaruh gerakannya. Benda yang bergerak memiliki energi kinetik. Rumus atau persamaan energi kinetik :
Ek = 1/2.m.v2
C. Hukum Kekekalan Energi
" Energi tidak dapat diciptakan dan juga tidak dapat dimusnahkan "
Jadi perubahan bentuk suatu energi dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain tidak merubah jumlah atau besar energi secara keseluruhan.Rumus atau persamaan mekanik (berhubungan dengan hukum kekekalan energi) :
Em = Ep + Ek
Keterangan: :
Em=energimekanik
Ep=energikinetik
Ek = energi kinetik
Jika sebuah benda bermassa m, pada mulanya diam,jatuh melalui ketinggian h karena adanya tarikan gaya gravitasi, benda tersebut kehilangan energi potensialnya sebesar mgh (g adalah percepatan gravitasi) dan berubah menjadi energi kinetik , v adalah laju akhir benda (atau sistem)pada akhir jatuh benda.jika perubahan kebentuk energi lain,seperti menjadi kalor dan bunyi,dapat diabaikan, maka menurut hukum kekekalan energi :
Energi potensial = pertambahan energi kinetik, atau
mgh = ½ ................................(9.1)
karena beban m dan kereta dinamik terhubung oleh tali yang selalu dalam keadaan tegang,laju beban akan selalu sama dengan laju kereta.jika v adalah laju system tersebut,energi kineti system adalah ½ (m + M)v2 oleh sebab itu persamaan (9.1) dapat ditulis menjadi :
mgh = ½ (m + M)v2 .................................(9.2)
IV. PROSEDUR KERJA
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
1. mengukur massa beban , , dan massa kereta M (kereta dinamik)
2. merangkai alat seperti gambar dibawah ini :
3. meletakkan kereta diatas rel dan menghubungkannya dengan tali serta menggantung beban 50 gr pada ujung tali yang menggantung di dekat katrol.menggantung beban setinggi mungkin dari lantai untuk memperoleh tinggi h.
4. memasang sensor tepat diatas kereta dinamik dan meletakkannya diujung rel serta menghubungkannya dengan timer counter
5. menghidupkan timer konter dan kemudian melepaskan kereta tersebut
6. membaca nilai kecepatan yang ditunjukkan oleh timer konter
7. mengulangi langkah 1 – 6 dengan menggunakan beban m = 100 gr dan beban m = 150 gr
V. HASIL PENGAMATAN
m (kg) M (kg) (m + M)kg h (m) v (m/s) mgh (J) ½ (m+M)v
0,05 0,19692 0,24692 0,80 1,75 0,4 0,4
0,10 0,19692 0,29692 0,78 2,28 0,8 0,8
0,15 0,19692 0,34692 0,76 2,85 1,1 1,1
VI. ANALISA DATA
1) untuk beban 50 gr ( )
mgh = ½ (m+M)v
(0,05)(9,8)(0,80) = ½ (0,05+0,19692)(1,75)
0,4 = (0,12)(3,1)
0,4 = 0,4
2) untuk beban 100 gr ( )
mgh = ½ (m+M)v
(0,1)(9,8)(0,78) = ½ (0,1 + 0,19692)(2,28)
0,8 = (0,14)(5,19)
0,8 = 0,8
3) untuk beban 150 gr ( )
mgh = ½ (m+M)v
(0,15)(9,8)(0,76) = ½ (0,15 + 0,19692)(2,85)
1,1 = (0,17)(8,12)
1,1 = 1,1
VII. PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini,kita membuktikan kebenaran hukum kekekalan energi mekanik dengan membuktikan kesamaan besaran mgh dengan ½ (m + M)v2 dimana hukum kekekalan energi mekanik menyatakan bahwa energi mekanik yang dimiliki oleh sebuah benda adalah tetap.sehingga setelah melakukan usaha,kemampuan untuk melakukan usaha lebih lanjut akan berkurang sehingga energi potensialnya akan berkurang sebanyak usaha yang dilakukan.
Jika sebuah benda bermassa m, pada mulanya diam,jatuh melalui ketinggian h karena adanya tarikan gaya gravitasi, benda tersebut kehilangan energi potensialnya sebesar mgh (g adalah percepatan gravitasi)dan berubah menjadi energi kinetic ½ mv2,dimana v adalah laju akhir benda. Jika perubahan kebentuk energi lain, seperti menjadi kalor dan bunyi,dapat diabaikan,maka menurut hukum kekekalan energi :
Energi potensial yang hilang = pertambahan energi kinetic, atau
mgh = ½ mv2
Untuk memperoleh ini,sebuah massa m (sebuah beban) digunakan unuk menarik sebuah kereta dinamik yang bermassa M, yang bergerak disepanjang rel yang dimiringkan sedikit untuk mengkompensasi adanya gesekan.pada percobaan ini digunakan timer counter (pencacah waktu) yang dihubungkan dengan sensor cahaya yang dapat digunakan sebagai alat penghitung kecepatan pada kereta yang meluncur di atas rel pada saat digantungkan beban yang berbeda-beda.beban m dan kereta dinamik dihubungkan dengan tali dalam keadaan tegang sehingga laju beban akan selalu sama dengan laju kereta. Sehingga energi potensial dan energi kinetic dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
EK = ½ (m + M)v2 dan EP = mgh
Dari percobaan diperoleh data untuk masing-masing beban 50 gr, 100 gr dan 150 gr sebagai berikut :
½ (m + M)v2 = 0,4 , 0,8 , 1,1
mgh = 0,4 , 0,8 , 1,1
sehingga dari data yang diperoleh diatas dapat dilihat bahwa besarnya energi potensial sebanding dengan energi kinetik.
VIII. KESIMPULAN
Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa besarnya energi potensial sebanding dengan energi kinetik.
Laporan
LABORATORIUM FISIKA
HUKUM KEKEKALAN ENERGI MEKANIK
DISUSUN OLEH :
NAMA : NURHAYATI
STAMBUK : A 241 04 003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2008
I. TUJUAN
Membuktikan hukum kekekalan energi pada energi mekanik,pada perubahan energi potensial menjadi energi kinetik.
II. ALAT DAN BAHAN
1. rel presisi 7. kaki rel
2. penyambung rel 8. klem meja
3. tali nilon 9. katrol
4. sensor 10. kereta dinamik
5. timer counter 11. beban bercelah, 50 gr
6. statif
III. DASAR TEORI
Energi dari suatu benda adalah ukuran dari kesanggupan benda tersebut untuk melakukan suatu usaha. Satuan energi adalah joule. Dalam ilmu fisika energi terbagi dalam berbagai macam/jenis, antara lain :
- energi kinetik/kinetis
- energi panas
- energi air
- energi batu bara
- energi minyak bumi
- energi listrik
- energi matahari
- energi angin
- energi kimia
- energi nuklir
- energi gas bumi
- energi ombak dan gelombang
- energi minyak bumi
- energi mekanik/mekanis
- energi cahaya
- energi listrik
- dan lain sebagainya
A. Energi potensial atau Energi Diam
Energi potensial adalah energi yang dimiliki suatu benda akibat adanya pengaruh tempat atau kedudukan dari benda tersebut. Energi potensial disebut juga dengan energi diam karena benda yang dalam keaadaan diam dapat memiliki energi. Jika benda tersebut bergerak, maka benda itu mengalami perubahan energi potensial menjadi energi gerak. Contoh misalnya seperti buah kelapa yang siap jatuh dari pohonnya, cicak di plafon rumah, dan lain sebagainya.
Rumus atau persamaan energi potential :
Ep = m.g.h
keterangan:
Ep = energi potensial
m = massa dari benda
g = percepatan gravitasi
h = tinggi benda dari tanah
B. Energi Kinetik atau Kinetis
Energi kinetik adalah energi dari suatu benda yang dimiliki karena pengaruh gerakannya. Benda yang bergerak memiliki energi kinetik. Rumus atau persamaan energi kinetik :
Ek = 1/2.m.v2
C. Hukum Kekekalan Energi
" Energi tidak dapat diciptakan dan juga tidak dapat dimusnahkan "
Jadi perubahan bentuk suatu energi dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain tidak merubah jumlah atau besar energi secara keseluruhan.Rumus atau persamaan mekanik (berhubungan dengan hukum kekekalan energi) :
Em = Ep + Ek
Keterangan: :
Em=energimekanik
Ep=energikinetik
Ek = energi kinetik
Jika sebuah benda bermassa m, pada mulanya diam,jatuh melalui ketinggian h karena adanya tarikan gaya gravitasi, benda tersebut kehilangan energi potensialnya sebesar mgh (g adalah percepatan gravitasi) dan berubah menjadi energi kinetik , v adalah laju akhir benda (atau sistem)pada akhir jatuh benda.jika perubahan kebentuk energi lain,seperti menjadi kalor dan bunyi,dapat diabaikan, maka menurut hukum kekekalan energi :
Energi potensial = pertambahan energi kinetik, atau
mgh = ½ ................................(9.1)
karena beban m dan kereta dinamik terhubung oleh tali yang selalu dalam keadaan tegang,laju beban akan selalu sama dengan laju kereta.jika v adalah laju system tersebut,energi kineti system adalah ½ (m + M)v2 oleh sebab itu persamaan (9.1) dapat ditulis menjadi :
mgh = ½ (m + M)v2 .................................(9.2)
IV. PROSEDUR KERJA
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
1. mengukur massa beban , , dan massa kereta M (kereta dinamik)
2. merangkai alat seperti gambar dibawah ini :
3. meletakkan kereta diatas rel dan menghubungkannya dengan tali serta menggantung beban 50 gr pada ujung tali yang menggantung di dekat katrol.menggantung beban setinggi mungkin dari lantai untuk memperoleh tinggi h.
4. memasang sensor tepat diatas kereta dinamik dan meletakkannya diujung rel serta menghubungkannya dengan timer counter
5. menghidupkan timer konter dan kemudian melepaskan kereta tersebut
6. membaca nilai kecepatan yang ditunjukkan oleh timer konter
7. mengulangi langkah 1 – 6 dengan menggunakan beban m = 100 gr dan beban m = 150 gr
V. HASIL PENGAMATAN
m (kg) M (kg) (m + M)kg h (m) v (m/s) mgh (J) ½ (m+M)v
0,05 0,19692 0,24692 0,80 1,75 0,4 0,4
0,10 0,19692 0,29692 0,78 2,28 0,8 0,8
0,15 0,19692 0,34692 0,76 2,85 1,1 1,1
VI. ANALISA DATA
1) untuk beban 50 gr ( )
mgh = ½ (m+M)v
(0,05)(9,8)(0,80) = ½ (0,05+0,19692)(1,75)
0,4 = (0,12)(3,1)
0,4 = 0,4
2) untuk beban 100 gr ( )
mgh = ½ (m+M)v
(0,1)(9,8)(0,78) = ½ (0,1 + 0,19692)(2,28)
0,8 = (0,14)(5,19)
0,8 = 0,8
3) untuk beban 150 gr ( )
mgh = ½ (m+M)v
(0,15)(9,8)(0,76) = ½ (0,15 + 0,19692)(2,85)
1,1 = (0,17)(8,12)
1,1 = 1,1
VII. PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini,kita membuktikan kebenaran hukum kekekalan energi mekanik dengan membuktikan kesamaan besaran mgh dengan ½ (m + M)v2 dimana hukum kekekalan energi mekanik menyatakan bahwa energi mekanik yang dimiliki oleh sebuah benda adalah tetap.sehingga setelah melakukan usaha,kemampuan untuk melakukan usaha lebih lanjut akan berkurang sehingga energi potensialnya akan berkurang sebanyak usaha yang dilakukan.
Jika sebuah benda bermassa m, pada mulanya diam,jatuh melalui ketinggian h karena adanya tarikan gaya gravitasi, benda tersebut kehilangan energi potensialnya sebesar mgh (g adalah percepatan gravitasi)dan berubah menjadi energi kinetic ½ mv2,dimana v adalah laju akhir benda. Jika perubahan kebentuk energi lain, seperti menjadi kalor dan bunyi,dapat diabaikan,maka menurut hukum kekekalan energi :
Energi potensial yang hilang = pertambahan energi kinetic, atau
mgh = ½ mv2
Untuk memperoleh ini,sebuah massa m (sebuah beban) digunakan unuk menarik sebuah kereta dinamik yang bermassa M, yang bergerak disepanjang rel yang dimiringkan sedikit untuk mengkompensasi adanya gesekan.pada percobaan ini digunakan timer counter (pencacah waktu) yang dihubungkan dengan sensor cahaya yang dapat digunakan sebagai alat penghitung kecepatan pada kereta yang meluncur di atas rel pada saat digantungkan beban yang berbeda-beda.beban m dan kereta dinamik dihubungkan dengan tali dalam keadaan tegang sehingga laju beban akan selalu sama dengan laju kereta. Sehingga energi potensial dan energi kinetic dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
EK = ½ (m + M)v2 dan EP = mgh
Dari percobaan diperoleh data untuk masing-masing beban 50 gr, 100 gr dan 150 gr sebagai berikut :
½ (m + M)v2 = 0,4 , 0,8 , 1,1
mgh = 0,4 , 0,8 , 1,1
sehingga dari data yang diperoleh diatas dapat dilihat bahwa besarnya energi potensial sebanding dengan energi kinetik.
VIII. KESIMPULAN
Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa besarnya energi potensial sebanding dengan energi kinetik.
Laporan
LABORATORIUM FISIKA
HUKUM KEKEKALAN ENERGI MEKANIK
DISUSUN OLEH :
NAMA : NURHAYATI
STAMBUK : A 241 04 003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2008
USIA PEMAKAIAN BATERAI
USIA PEMAKAIAN BATERAI
I. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
• Menguji usia satu baterai dengan beban satu lampu pijar dibandingkan dengan satu baterai dengan beban dua lampu pijar, yang dihubungkan seri.
• Untuk mengetahui berapa jam tiap baterai akan terus menyala beban masing-masing yang berupa satu lampu pijar dan dua lampu pijar.
II. Alat Dan Bahan
• Dua buah baterai ( 9 V )
• Tembaga sebagai kabel penghubung.
• Tiga lampu pijar dan soket lampunya.
• Volmeter
• Amperemeter
• Mistar
• Micrometer Sekrup.
• Isolasi
III. Dasar Teori
Daya listrik adalah laju energi listrik diubah menjadi bentuk energi lain. Daya listrik dinyatakan dalam Watt (W) atau Kilowatt (kW). Jumlah daya yang digunakan oleh sebuah alat listrik dapat dihitung dengan mengalikan beda Potensial dengan Arus.
Daya = Tegangan X Arus
P = V . I
Jumlah energi listrik yang digunakan bergantung pada daya yang dibutuhkan oleh alat-alat listrik dirumah dan berapa lama alat listrik itu dugunakan. Besar energi listrik tersebut dapat dapat dihitung dengan mengalikan daya dengan waktu.
Energi = Daya X Waktu
E = P . t
Dengan memperhatikan rumus diatas, maka untuk menghitung daya dapat dilakukan dengan mengalikan tegangan dan arus. Oleh karena itu, kita mengukur tegangan dan arus terlebih dahulu dengan menggunakan Amperemeter dan Voltmeter.
IV. Produser kerja
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
1) Merangkai satu lampu pijar secara seri dan berikan beban berupa satu lampu pijar untuk beterai panasonic seperti yang terlihat pada gambar 1 berikut :
Gambar 1.
2) Mengukur besar arus yang terbaca dari amperemeter yang dikeluarkan oleh baterai.
3) Mengukur besar tegangan yang terbaca dari voltmeter yang dihubungkan paralel antara satu lampu pijar terhadap voltmeter tersebut.
4) Merangkai satu baterai secara seri terhadap beban barupa dua lampu pijar seperti yang terlihat pada gambar 2 berikut :
Gambar 2.
5) Mengulangi langkah kerja 2 diatas.
6) Mengulangi langkah kerja 3, tetapi dihubungkan paralel antara dua lampu pijar terhadap voltmeter.
7) Mengulang langkah kerja 1 – 6 untuk baterai alkaline.
V. Hasil Pengamatan
1. Baterai Panasonic
Tabel 1.
Beban Waktu (s) I (A) V (V)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900 0,48
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 1,40
0,70
0,50
0,30
0,25
0,20
0,18
0,12
0,10
0,10
0,08
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0
Nst Amperemeter = 0,1
Nst Voltmeter = 0,1
L Tembaga = 72,5 cm
ATembaga = 0,03 mm
ρTembaga = 1,7 x 10-8 Ohm meter
Tabel 2.
Beban Waktu (s) Arus (I) Tegangan (V)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000 0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 2,30
1,00
0,72
0,50
0,48
0,42
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
025
0,24
0,22
0,20
0,18
0,5
0,13
0,10
0,09
0,06
0,05
0,05
0,04
0.04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
0
Nst Amperemeter = 0,1
Nst Voltmeter = 0,1
L Tembaga = 80,5 cm
ATembaga = 0,03 mm
ρTembaga = 1,7 x 10-8 Ohm meter
2. Baterai Alkaline
Tabel 1.
Beban Waktu (s) I (A) V (V)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
0,51
0,48
0,45
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 1,47
1,44
1,40
0,70
0,50
0,30
0,25
0,20
0,18
0,12
0,10
0,10
0,08
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0
Nst Amperemeter = 0,1
Nst Voltmeter = 0,1
L Tembaga = 72,5 cm
ATembaga = 0,03 mm
ρTembaga = 1,7 x 10-8 Ohm meter
Tabel 2.
Beban Waktu (s) Arus (I) Tegangan (V)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000
9300 0,47
0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 2,52
2,30
1,00
0,72
0,50
0,48
0,42
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
025
0,24
0,22
0,20
0,18
0,5
0,13
0,10
0,09
0,06
0,05
0,05
0,04
0.04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
0
Nst Amperemeter = 0,1
Nst Voltmeter = 0,1
L Tembaga = 80,5 cm
ATembaga = 0,03 mm
ρTembaga = 1,7 x 10-8 Ohm meter
VI. Analisa Data
1. Baterai Panasonic
A. Tabel 1.
Menghitung Daya baterai
P = V . I
Beban Waktu (s) I (A) V (V) P (W)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900 0,48
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 1,40
0,70
0,50
0,30
0,25
0,20
0,18
0,12
0,10
0,10
0,08
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0 0,675
0,245
0,150
0,075
0,050
0.036
0,0324
0,012
0,010
0,010
0,004
0,004
0,001
0,001
0,0008
0,0004
0,0003
0,0003
0,0002
0,0002
0
0
0
0
∑ 2,450 4,330 1,3046
= = =
= = =
= 0,102 A = 0,180 V = 0,054 W
Menghitung energi baterai
E = P . t
Beban Waktu (s) P (W) E (Joule)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900 0,675
0,245
0,150
0,075
0,050
0.036
0,0324
0,012
0,010
0,010
0,004
0,004
0,001
0,001
0,0008
0,0004
0,0003
0,0003
0,0002
0,0002
0
0
0
0 0
73,5
90
67,5
60
54
58,32
25,2
24
27
12
13,2
3,6
3,9
3,36
1,80
1,44
1,53
1,08
1,14
0
0
0
0
∑ 1,3046 522,57
= =
= =
= 0,054 W = 21,77 Joule.
Menghitung energi yang diserap oleh kabel.
E = I2 . R . t
R = ρ
= 1,7 x 10-8 Ohm meter
= 41,08 x 10-5 Ohm
Beban Waktu (s) I (A) Energi serap kabel (E)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900 0,48
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 0
0,01510
0,02218
0,02310
0,01970
0,01996
0,02396
0,00863
0,00986
0,01109
0,00308
0,00338
0,00059
0,00064
0,00069
0,000185
0,000197
0,000209
0,000222
0,000234
0
0
0
0
∑ 2,450 0,16380
yang diserap oleh kabel yaitu :
=
=
= 0,006825 Joule.
Keterangan : Jumlah total waktu sampai baterai habis adalah
6900 sekon atau 1 jam 55 menit.
Table 2.
Menghitung Daya baterai
P = V . I
Beban Waktu (s) I(A) V(V) P (W)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000 0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 2,30
1,00
0,72
0,50
0,48
0,42
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
025
0,24
0,22
0,20
0,18
0,5
0,13
0,10
0,09
0,06
0,05
0,05
0,04
0.04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
0 0,92
0,28
0,18
0,10
0,0768
0,0588
0,048
0,036
0,0256
0,014
0,0135
0,01
0,0096
0,0088
0,004
0,0036
0,003
0,0026
0,002
0,0008
0,0006
0,0005
0,0005
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,10 8,330 1,7987
= = =
= = =
= 0,068 A = 0,139 V = 0,058 W
Menghitung energi baterai
E = P . t
Beban Waktu (s) P (W) E (Joule)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000 0,92
0,28
0,18
0,10
0,0768
0,0588
0,048
0,036
0,0256
0,014
0,0135
0,01
0,0096
0,0088
0,004
0,0036
0,003
0,0026
0,002
0,0008
0,0006
0,0005
0,0005
0
0
0
0
0
0
0
0 0
84
108
90
92,6
88,2
86,4
75,6
61,44
37,8
40,5
33
34,56
34,32
16,68
16,2
14,4
13,26
10,8
4,56
3,60
3,15
3,3
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 1,7987 952,49
Menghitung energi yang diserap oleh kabel.
E = I2 . R . t
R = ρ
= 1,7 x 10-8 Ohm meter
= 41,08 x 10-5 Ohm
Beban Waktu (s) I(A) Energi serap kabel (E)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000 0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0,01073
0,01711
0,01642
0,014014
0,013412
0,011825
0,00958
0,007007
0,0033079
0,0034215
0,0024087
0,002627
0,0028466
0,0007664
0,00082116
0,00087590
0,0009306
0,0009853
0,0002601
0,0002730
0,0002874
0,0003010
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,10 0,1202
yang diserap oleh kabel yaitu :
=
=
= 0,0038774 Joule.
Keterangan : Jumlah total waktu sampai baterai habis adalah
9000 sekon atau 2 jam 30 menit.
2. Baterai Alkaline
A. Tabel 1.
Menghitung Daya baterai
P = V . I
Beban Waktu (s) I (A) V (V) P (W)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500 0,51
0,48
0,45
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 1,47
1,44
1,40
0,70
0,50
0,30
0,25
0,20
0,18
0,12
0,10
0,10
0,08
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0 0,7497
0,6912
0,6300
0,245
0,150
0,075
0,050
0.036
0,0324
0,012
0,010
0,010
0,004
0,004
0,001
0,001
0,0008
0,0004
0,0003
0,0003
0,0002
0,0002
0
0
0
0
∑ 3,410 7,240 2,7005
= = =
= = =
= 0,131 A = 0,278 V = 0,104 W
Menghitung energi baterai
E = P . t
Beban Waktu (s) P (W) E (Joule)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600 6900
7200
7500 0,7497
0,6912
0,6300
0,245
0,150
0,075
0,050
0.036
0,0324
0,012
0,010
0,010
0,004
0,004
0,001
0,001
0,0008
0,0004
0,0003
0,0003
0,0002
0,0002
0
0
0
0 0
207,36
378
220,5
180
112,5
90
75,6
77,76
32,4
30
33
14,4
15,6
4,2
4,5
4,8
4,08
2,16
1,71
1,8
1,26
0
0
0
0
∑ 2,7005 1491,63
= =
= =
= 0,104 W = 57,37 Joule.
Menghitung energi yang diserap oleh kabel.
E = I2 . R . t
R = ρ
= 1,7 x 10-8 Ohm meter
= 41,08 x 10-5 Ohm
Beban Waktu (s) I (A) Energi serap kabel (E)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500 0,51
0,48
0,45
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 0
0,028394496
0,0499122
0,045207
0,0443664
0,0385125
0,0295776
0,027950832
0,031943808
0,0110916
0,012324
0,0135564
0,0036972
0,0040053
0,000690144
0,00073944
0,000788736
0,000209508
0,000221832
0,000234156
0,00024648
0,000258804
0
0
0
0
∑ 3,410 0,346841364
yang diserap oleh kabel yaitu :
=
=
= 0,013340052 Joule.
Keterangan : Jumlah total waktu sampai baterai habis adalah
7500 sekon atau 2 jam 5 menit.
Table 2.
Menghitung Daya baterai
P = V . I
Beban Waktu (s) I(A) V(V) P (W)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000
9300 0,47
0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 2,52
2,30
1,00
0,72
0,50
0,48
0,42
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
025
0,24
0,22
0,20
0,18
0,5
0,13
0,10
0,09
0,06
0,05
0,05
0,04
0.04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
0 1,1844
0,92
0,28
0,18
0,10
0,0768
0,0588
0,048
0,036
0,0256
0,014
0,0135
0,01
0,0096
0,0088
0,004
0,0036
0,003
0,0026
0,002
0,0008
0,0006
0,0005
0,0005
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,57 10,86 2,9831
= = =
= = =
= 0,080 A = 0,339375 V = 0,093221875 W
Menghitung energi baterai
E = P . t
Beban Waktu (s) P (W) E (Joule)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000
9300 1,1844
0,92
0,28
0,18
0,10
0,0768
0,0588
0,048
0,036
0,0256
0,014
0,0135
0,01
0,0096
0,0088
0,004
0,0036
0,003
0,0026
0,002
0,0008
0,0006
0,0005
0,0005
0
0
0
0
0
0
0
0 0
276
164
162
120
115,2
105,84
100,8
86,4
69,12
42
44,5
36
37,44
36,96
18
17,28
15,3
14,04
11,4
4,8
3,78
3,3
3,45
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,9831 1487,61
Menghitung energi yang diserap oleh kabel.
E = I2 . R . t
R = ρ
= 1,7 x 10-8 Ohm meter
= 41,08 x 10-5 Ohm
Beban Waktu (s) I(A) Energi serap kabel (E)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000
9300 0,47
0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0,0197184
0,019324032
0,0231075
0,0197184
0,01577472
0,014493024
0,012422592
0,0098592
0,007098624
0,003081
0,0033891
0,002366208
0,00256392
0,002760576
0,00073944
0,0007887366
0,000838032
0,000887328
0,000936624
0,00024648
0,000258804
0,000271128
0,000283452
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,57 0,16091192
yang diserap oleh kabel yaitu :
=
=
= 0,005028497 Joule.
Keterangan : Jumlah total waktu sampai baterai habis adalah
9300 sekon atau 2 jam 35 menit.
VII. Pembahasan
Energi listrik adalah energi yang berasal dari arus listrik. Energi listrik dapat dimanfaatkan menjadi energi kinetik, energi cahaya, energi panas dan lain-lain. Energi listrik merupakan energi yang mudah dipindahkan melalui kawat penghantar (kabel). Energi inipun mudah diubah menjadi energi bentuk lain. Misalnya energi cahaya dan energi kalor.
Perubahan energi listrik menjadi energi cahaya dapat kita temukan pada lampu listrik yang menyala. Jumlah energi listrik yang sering digunakan bergantung pada daya yang dibutuhkan oleh alat-alat listrik dan berapa lama alat listrik itu digunakan. Besar energi listrik dapat dihitung dengan mengalikan daya terhadap waktu.
E = P . t
Daya listrik adalah laju energi listrik diubah menjadi energi lain. Daya listrik suatu alat adalah energi listrik yang diserap oleh alat tersebut tiap satuan waktu. Daya listrik dinyatakan dalam Watt. Jumlah daya yang digunakan oleh sebuah alat listrik dapat dihitung dengan mengalikan beda potensial terhadap arus listrik.
P = V . I
Pada waktu melakukan percobaan baterai yang digunakan adalah 9 V. dan lampu yang digunakan sebagai beban adalah 2,4 V yang disusun secara seri. Pada pengambilan data waktu yang digunakan adalah tiap lima menit dimana diperoleh arus yang berbeda-beda dan semakin menurun. Untuk tegangan juga diperoleh data yang semakin menurun ini disebabkan energi baterai yang terpakai selama baterai tersebut habis terpakai semakin berkurang.
Pada perhitungan daya yang dihasilkan dari baterai tersebut selama baterai habis terpakai yaitu 1,3046 W dimana rata-rata daya yang dihasilkan selama 6900 s atau 1 jam 55 menit yaitu 0,054 W. energi yang juga diperoleh yaitu 522,57 Joule.
Pada rangkaian pertama kabel yang digunakan adalah kawat tembaga dimana panjang ( L ) = 72,5 cm, luas penampang 0,03 mm, serta massa jenis tembaga ( ) = 1,7 x 10-8 Ohm. meter maka diperoleh energi serap dari persamaan E = I2.R.t yaitu sebesar 0,1638 Joule, dengan R yaitu 41,08 x 10-5 Ohm.
Pada rangkaian kedua baterai yang digunakan 9 V, beban yang digunakan adalah 2 buah lampu yang disusun secara seri. Pada pengambilan data waktu yang digunakan adalah tiap lima menit dimana diperoleh arus yang berbeda-beda dan semakin menurun. Untuk tegangan juga diperoleh data yang semakin menurun ini disebabkan energi baterai yang terpakai selama baterai tersebut habis terpakai semakin berkurang.
Pada perhitungan daya yang dihasilkan dari baterai tersebut selama baterai habis terpakai yaitu 1,7987 W dimana rata-rata daya yang dihasilkan selama 9000 s atau 2 jam 30 menit yaitu 0,058 W. energi yang juga diperoleh yaitu 921,29 Joule.
Pada rangkaian kedua kabel yang digunakan adalah kawat tembaga dimana panjang ( L ) = 80,5 cm, luas penampang 0,03 mm, serta massa jenis tembaga ( ) = 1,7 x 10-8 Ohm. meter maka diperoleh energi serap kabel dari persamaan E = I2.R.t yaitu sebesar 0,1202 Joule, dengan R yaitu 45,62 x 10-5 Ohm.
Pada perhitungan daya untuk baterai Alkaline yang dihasilkan dari baterai habis terpakai yaitu 2,7005 W dimana rata-rata daya yang dihasilkan selama 7500 s atau 2 jam 5menit yaitu 0,104 W. energi yang juga diperoleh yaitu 1491,63 Joule.
Pada rangkaian pertama kabel yang digunakan adalah kawat tembaga dimana panjang ( L ) = 72,5 cm, luas penampang 0,03 mm, serta massa jenis tembaga ( ) = 1,7 x 10-8 Ohm. meter maka diperoleh energi serap dari persamaan E = I2.R.t yaitu sebesar 0,04681364 Joule, dengan R yaitu 41,08 x 10-5 Ohm.
Pada perhitungan pada table kedua yaitu baterai Alkaline daya yang dihasilkan dari baterai tersebut selama baterai habis terpakai yaitu 2,9831 W dimana rata-rata daya yang dihasilkan selama 9300 s atau 2 jam 35 menit yaitu 0,093221875 W. energi yang juga diperoleh yaitu 1487,61 Joule.
Pada rangkaian kedua kabel yang digunakan adalah kawat tembaga dimana panjang ( L ) = 80,5 cm, luas penampang 0,03 mm, serta massa jenis tembaga ( ) = 1,7 x 10-8 Ohm. meter maka diperoleh energi serap kabel dari persamaan E = I2.R.t yaitu sebesar 0,16091192 Joule, dengan R yaitu 41,08 x 10-5 Ohm.
VIII. Kesimpulan
Usia pemakaian baterai dengan beban satu lampu pijar untuk baterai Panasonic adalah 1 jam 55 menit (6900 s) dan usia pemakaian baterai dengan beban 2 buah lampu pijar adalah 2 jam 30 menit (9000 s), sedangkan untuk baterai Alkaline adalah 2jam 5 menit (7500 s) dan usia pemakaian baterai dengan beban 2 buah lampu pijar adalah 2 jam 35 menit (9300 s).
Energi serap kabel untuk 1 buah lampu pijar untuk baterei Panasonic dengan panjang kawat tembaga 72,5 cm adalah 0,16380 Joule dan 2 buah lampu pijar dengan panjang kawat tembaga 80,5 cm adalah 0,1202 Joule.
Energi serap kabel untuk 1 buah lampu pijar untuk baterei Alkaline dengan panjang kawat tembaga 72,5 cm adalah 0,04681364 Joule dan 2 buah lampu pijar dengan panjang kawat tembaga 80,5 cm adalah 0,16091192 Joule
Besar daya yang diperoleh dari baterei Panasonic untuk 1 buah lampu pijar adalah 1,3046 W dan energinya 522,57 Joule dan daya dari 2 buah lampu pijara adalah 1,7987 W dan energinya adalah 921,29 Joule sedangkan untuk baterei Alkaline1 buah lampu pijar 2,7005 W dan energinya 1491,63 Joule dan daya dari 2 buah lampu pijar adalah 2,9831 W dan energinya sebesar 1487,61 Joule.
I. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah :
• Menguji usia satu baterai dengan beban satu lampu pijar dibandingkan dengan satu baterai dengan beban dua lampu pijar, yang dihubungkan seri.
• Untuk mengetahui berapa jam tiap baterai akan terus menyala beban masing-masing yang berupa satu lampu pijar dan dua lampu pijar.
II. Alat Dan Bahan
• Dua buah baterai ( 9 V )
• Tembaga sebagai kabel penghubung.
• Tiga lampu pijar dan soket lampunya.
• Volmeter
• Amperemeter
• Mistar
• Micrometer Sekrup.
• Isolasi
III. Dasar Teori
Daya listrik adalah laju energi listrik diubah menjadi bentuk energi lain. Daya listrik dinyatakan dalam Watt (W) atau Kilowatt (kW). Jumlah daya yang digunakan oleh sebuah alat listrik dapat dihitung dengan mengalikan beda Potensial dengan Arus.
Daya = Tegangan X Arus
P = V . I
Jumlah energi listrik yang digunakan bergantung pada daya yang dibutuhkan oleh alat-alat listrik dirumah dan berapa lama alat listrik itu dugunakan. Besar energi listrik tersebut dapat dapat dihitung dengan mengalikan daya dengan waktu.
Energi = Daya X Waktu
E = P . t
Dengan memperhatikan rumus diatas, maka untuk menghitung daya dapat dilakukan dengan mengalikan tegangan dan arus. Oleh karena itu, kita mengukur tegangan dan arus terlebih dahulu dengan menggunakan Amperemeter dan Voltmeter.
IV. Produser kerja
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
1) Merangkai satu lampu pijar secara seri dan berikan beban berupa satu lampu pijar untuk beterai panasonic seperti yang terlihat pada gambar 1 berikut :
Gambar 1.
2) Mengukur besar arus yang terbaca dari amperemeter yang dikeluarkan oleh baterai.
3) Mengukur besar tegangan yang terbaca dari voltmeter yang dihubungkan paralel antara satu lampu pijar terhadap voltmeter tersebut.
4) Merangkai satu baterai secara seri terhadap beban barupa dua lampu pijar seperti yang terlihat pada gambar 2 berikut :
Gambar 2.
5) Mengulangi langkah kerja 2 diatas.
6) Mengulangi langkah kerja 3, tetapi dihubungkan paralel antara dua lampu pijar terhadap voltmeter.
7) Mengulang langkah kerja 1 – 6 untuk baterai alkaline.
V. Hasil Pengamatan
1. Baterai Panasonic
Tabel 1.
Beban Waktu (s) I (A) V (V)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900 0,48
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 1,40
0,70
0,50
0,30
0,25
0,20
0,18
0,12
0,10
0,10
0,08
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0
Nst Amperemeter = 0,1
Nst Voltmeter = 0,1
L Tembaga = 72,5 cm
ATembaga = 0,03 mm
ρTembaga = 1,7 x 10-8 Ohm meter
Tabel 2.
Beban Waktu (s) Arus (I) Tegangan (V)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000 0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 2,30
1,00
0,72
0,50
0,48
0,42
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
025
0,24
0,22
0,20
0,18
0,5
0,13
0,10
0,09
0,06
0,05
0,05
0,04
0.04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
0
Nst Amperemeter = 0,1
Nst Voltmeter = 0,1
L Tembaga = 80,5 cm
ATembaga = 0,03 mm
ρTembaga = 1,7 x 10-8 Ohm meter
2. Baterai Alkaline
Tabel 1.
Beban Waktu (s) I (A) V (V)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
0,51
0,48
0,45
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 1,47
1,44
1,40
0,70
0,50
0,30
0,25
0,20
0,18
0,12
0,10
0,10
0,08
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0
Nst Amperemeter = 0,1
Nst Voltmeter = 0,1
L Tembaga = 72,5 cm
ATembaga = 0,03 mm
ρTembaga = 1,7 x 10-8 Ohm meter
Tabel 2.
Beban Waktu (s) Arus (I) Tegangan (V)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000
9300 0,47
0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 2,52
2,30
1,00
0,72
0,50
0,48
0,42
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
025
0,24
0,22
0,20
0,18
0,5
0,13
0,10
0,09
0,06
0,05
0,05
0,04
0.04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
0
Nst Amperemeter = 0,1
Nst Voltmeter = 0,1
L Tembaga = 80,5 cm
ATembaga = 0,03 mm
ρTembaga = 1,7 x 10-8 Ohm meter
VI. Analisa Data
1. Baterai Panasonic
A. Tabel 1.
Menghitung Daya baterai
P = V . I
Beban Waktu (s) I (A) V (V) P (W)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900 0,48
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 1,40
0,70
0,50
0,30
0,25
0,20
0,18
0,12
0,10
0,10
0,08
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0 0,675
0,245
0,150
0,075
0,050
0.036
0,0324
0,012
0,010
0,010
0,004
0,004
0,001
0,001
0,0008
0,0004
0,0003
0,0003
0,0002
0,0002
0
0
0
0
∑ 2,450 4,330 1,3046
= = =
= = =
= 0,102 A = 0,180 V = 0,054 W
Menghitung energi baterai
E = P . t
Beban Waktu (s) P (W) E (Joule)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900 0,675
0,245
0,150
0,075
0,050
0.036
0,0324
0,012
0,010
0,010
0,004
0,004
0,001
0,001
0,0008
0,0004
0,0003
0,0003
0,0002
0,0002
0
0
0
0 0
73,5
90
67,5
60
54
58,32
25,2
24
27
12
13,2
3,6
3,9
3,36
1,80
1,44
1,53
1,08
1,14
0
0
0
0
∑ 1,3046 522,57
= =
= =
= 0,054 W = 21,77 Joule.
Menghitung energi yang diserap oleh kabel.
E = I2 . R . t
R = ρ
= 1,7 x 10-8 Ohm meter
= 41,08 x 10-5 Ohm
Beban Waktu (s) I (A) Energi serap kabel (E)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900 0,48
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 0
0,01510
0,02218
0,02310
0,01970
0,01996
0,02396
0,00863
0,00986
0,01109
0,00308
0,00338
0,00059
0,00064
0,00069
0,000185
0,000197
0,000209
0,000222
0,000234
0
0
0
0
∑ 2,450 0,16380
yang diserap oleh kabel yaitu :
=
=
= 0,006825 Joule.
Keterangan : Jumlah total waktu sampai baterai habis adalah
6900 sekon atau 1 jam 55 menit.
Table 2.
Menghitung Daya baterai
P = V . I
Beban Waktu (s) I(A) V(V) P (W)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000 0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 2,30
1,00
0,72
0,50
0,48
0,42
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
025
0,24
0,22
0,20
0,18
0,5
0,13
0,10
0,09
0,06
0,05
0,05
0,04
0.04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
0 0,92
0,28
0,18
0,10
0,0768
0,0588
0,048
0,036
0,0256
0,014
0,0135
0,01
0,0096
0,0088
0,004
0,0036
0,003
0,0026
0,002
0,0008
0,0006
0,0005
0,0005
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,10 8,330 1,7987
= = =
= = =
= 0,068 A = 0,139 V = 0,058 W
Menghitung energi baterai
E = P . t
Beban Waktu (s) P (W) E (Joule)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000 0,92
0,28
0,18
0,10
0,0768
0,0588
0,048
0,036
0,0256
0,014
0,0135
0,01
0,0096
0,0088
0,004
0,0036
0,003
0,0026
0,002
0,0008
0,0006
0,0005
0,0005
0
0
0
0
0
0
0
0 0
84
108
90
92,6
88,2
86,4
75,6
61,44
37,8
40,5
33
34,56
34,32
16,68
16,2
14,4
13,26
10,8
4,56
3,60
3,15
3,3
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 1,7987 952,49
Menghitung energi yang diserap oleh kabel.
E = I2 . R . t
R = ρ
= 1,7 x 10-8 Ohm meter
= 41,08 x 10-5 Ohm
Beban Waktu (s) I(A) Energi serap kabel (E)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000 0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0,01073
0,01711
0,01642
0,014014
0,013412
0,011825
0,00958
0,007007
0,0033079
0,0034215
0,0024087
0,002627
0,0028466
0,0007664
0,00082116
0,00087590
0,0009306
0,0009853
0,0002601
0,0002730
0,0002874
0,0003010
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,10 0,1202
yang diserap oleh kabel yaitu :
=
=
= 0,0038774 Joule.
Keterangan : Jumlah total waktu sampai baterai habis adalah
9000 sekon atau 2 jam 30 menit.
2. Baterai Alkaline
A. Tabel 1.
Menghitung Daya baterai
P = V . I
Beban Waktu (s) I (A) V (V) P (W)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500 0,51
0,48
0,45
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 1,47
1,44
1,40
0,70
0,50
0,30
0,25
0,20
0,18
0,12
0,10
0,10
0,08
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0 0,7497
0,6912
0,6300
0,245
0,150
0,075
0,050
0.036
0,0324
0,012
0,010
0,010
0,004
0,004
0,001
0,001
0,0008
0,0004
0,0003
0,0003
0,0002
0,0002
0
0
0
0
∑ 3,410 7,240 2,7005
= = =
= = =
= 0,131 A = 0,278 V = 0,104 W
Menghitung energi baterai
E = P . t
Beban Waktu (s) P (W) E (Joule)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600 6900
7200
7500 0,7497
0,6912
0,6300
0,245
0,150
0,075
0,050
0.036
0,0324
0,012
0,010
0,010
0,004
0,004
0,001
0,001
0,0008
0,0004
0,0003
0,0003
0,0002
0,0002
0
0
0
0 0
207,36
378
220,5
180
112,5
90
75,6
77,76
32,4
30
33
14,4
15,6
4,2
4,5
4,8
4,08
2,16
1,71
1,8
1,26
0
0
0
0
∑ 2,7005 1491,63
= =
= =
= 0,104 W = 57,37 Joule.
Menghitung energi yang diserap oleh kabel.
E = I2 . R . t
R = ρ
= 1,7 x 10-8 Ohm meter
= 41,08 x 10-5 Ohm
Beban Waktu (s) I (A) Energi serap kabel (E)
1 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500 0,51
0,48
0,45
0,35
0,30
0,25
0,20
0,18
0,18
0,10
0,10
0,10
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0 0
0,028394496
0,0499122
0,045207
0,0443664
0,0385125
0,0295776
0,027950832
0,031943808
0,0110916
0,012324
0,0135564
0,0036972
0,0040053
0,000690144
0,00073944
0,000788736
0,000209508
0,000221832
0,000234156
0,00024648
0,000258804
0
0
0
0
∑ 3,410 0,346841364
yang diserap oleh kabel yaitu :
=
=
= 0,013340052 Joule.
Keterangan : Jumlah total waktu sampai baterai habis adalah
7500 sekon atau 2 jam 5 menit.
Table 2.
Menghitung Daya baterai
P = V . I
Beban Waktu (s) I(A) V(V) P (W)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000
9300 0,47
0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 2,52
2,30
1,00
0,72
0,50
0,48
0,42
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
025
0,24
0,22
0,20
0,18
0,5
0,13
0,10
0,09
0,06
0,05
0,05
0,04
0.04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
0 1,1844
0,92
0,28
0,18
0,10
0,0768
0,0588
0,048
0,036
0,0256
0,014
0,0135
0,01
0,0096
0,0088
0,004
0,0036
0,003
0,0026
0,002
0,0008
0,0006
0,0005
0,0005
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,57 10,86 2,9831
= = =
= = =
= 0,080 A = 0,339375 V = 0,093221875 W
Menghitung energi baterai
E = P . t
Beban Waktu (s) P (W) E (Joule)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000
9300 1,1844
0,92
0,28
0,18
0,10
0,0768
0,0588
0,048
0,036
0,0256
0,014
0,0135
0,01
0,0096
0,0088
0,004
0,0036
0,003
0,0026
0,002
0,0008
0,0006
0,0005
0,0005
0
0
0
0
0
0
0
0 0
276
164
162
120
115,2
105,84
100,8
86,4
69,12
42
44,5
36
37,44
36,96
18
17,28
15,3
14,04
11,4
4,8
3,78
3,3
3,45
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,9831 1487,61
Menghitung energi yang diserap oleh kabel.
E = I2 . R . t
R = ρ
= 1,7 x 10-8 Ohm meter
= 41,08 x 10-5 Ohm
Beban Waktu (s) I(A) Energi serap kabel (E)
2 lampu
pijar
0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
2400
2700
3000
3300
3600
3900
4200
4500
4800
5100
5400
5700
6000
6300
6600
6900
7200
7500
7800
8100
8400
8700
9000
9300 0,47
0,40
0,28
0,25
0,20
0,16
0,14
0,12
0,10
0,08
0,05
0,05
0,04
0,04
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,01
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0,0197184
0,019324032
0,0231075
0,0197184
0,01577472
0,014493024
0,012422592
0,0098592
0,007098624
0,003081
0,0033891
0,002366208
0,00256392
0,002760576
0,00073944
0,0007887366
0,000838032
0,000887328
0,000936624
0,00024648
0,000258804
0,000271128
0,000283452
0
0
0
0
0
0
0
0
∑ 2,57 0,16091192
yang diserap oleh kabel yaitu :
=
=
= 0,005028497 Joule.
Keterangan : Jumlah total waktu sampai baterai habis adalah
9300 sekon atau 2 jam 35 menit.
VII. Pembahasan
Energi listrik adalah energi yang berasal dari arus listrik. Energi listrik dapat dimanfaatkan menjadi energi kinetik, energi cahaya, energi panas dan lain-lain. Energi listrik merupakan energi yang mudah dipindahkan melalui kawat penghantar (kabel). Energi inipun mudah diubah menjadi energi bentuk lain. Misalnya energi cahaya dan energi kalor.
Perubahan energi listrik menjadi energi cahaya dapat kita temukan pada lampu listrik yang menyala. Jumlah energi listrik yang sering digunakan bergantung pada daya yang dibutuhkan oleh alat-alat listrik dan berapa lama alat listrik itu digunakan. Besar energi listrik dapat dihitung dengan mengalikan daya terhadap waktu.
E = P . t
Daya listrik adalah laju energi listrik diubah menjadi energi lain. Daya listrik suatu alat adalah energi listrik yang diserap oleh alat tersebut tiap satuan waktu. Daya listrik dinyatakan dalam Watt. Jumlah daya yang digunakan oleh sebuah alat listrik dapat dihitung dengan mengalikan beda potensial terhadap arus listrik.
P = V . I
Pada waktu melakukan percobaan baterai yang digunakan adalah 9 V. dan lampu yang digunakan sebagai beban adalah 2,4 V yang disusun secara seri. Pada pengambilan data waktu yang digunakan adalah tiap lima menit dimana diperoleh arus yang berbeda-beda dan semakin menurun. Untuk tegangan juga diperoleh data yang semakin menurun ini disebabkan energi baterai yang terpakai selama baterai tersebut habis terpakai semakin berkurang.
Pada perhitungan daya yang dihasilkan dari baterai tersebut selama baterai habis terpakai yaitu 1,3046 W dimana rata-rata daya yang dihasilkan selama 6900 s atau 1 jam 55 menit yaitu 0,054 W. energi yang juga diperoleh yaitu 522,57 Joule.
Pada rangkaian pertama kabel yang digunakan adalah kawat tembaga dimana panjang ( L ) = 72,5 cm, luas penampang 0,03 mm, serta massa jenis tembaga ( ) = 1,7 x 10-8 Ohm. meter maka diperoleh energi serap dari persamaan E = I2.R.t yaitu sebesar 0,1638 Joule, dengan R yaitu 41,08 x 10-5 Ohm.
Pada rangkaian kedua baterai yang digunakan 9 V, beban yang digunakan adalah 2 buah lampu yang disusun secara seri. Pada pengambilan data waktu yang digunakan adalah tiap lima menit dimana diperoleh arus yang berbeda-beda dan semakin menurun. Untuk tegangan juga diperoleh data yang semakin menurun ini disebabkan energi baterai yang terpakai selama baterai tersebut habis terpakai semakin berkurang.
Pada perhitungan daya yang dihasilkan dari baterai tersebut selama baterai habis terpakai yaitu 1,7987 W dimana rata-rata daya yang dihasilkan selama 9000 s atau 2 jam 30 menit yaitu 0,058 W. energi yang juga diperoleh yaitu 921,29 Joule.
Pada rangkaian kedua kabel yang digunakan adalah kawat tembaga dimana panjang ( L ) = 80,5 cm, luas penampang 0,03 mm, serta massa jenis tembaga ( ) = 1,7 x 10-8 Ohm. meter maka diperoleh energi serap kabel dari persamaan E = I2.R.t yaitu sebesar 0,1202 Joule, dengan R yaitu 45,62 x 10-5 Ohm.
Pada perhitungan daya untuk baterai Alkaline yang dihasilkan dari baterai habis terpakai yaitu 2,7005 W dimana rata-rata daya yang dihasilkan selama 7500 s atau 2 jam 5menit yaitu 0,104 W. energi yang juga diperoleh yaitu 1491,63 Joule.
Pada rangkaian pertama kabel yang digunakan adalah kawat tembaga dimana panjang ( L ) = 72,5 cm, luas penampang 0,03 mm, serta massa jenis tembaga ( ) = 1,7 x 10-8 Ohm. meter maka diperoleh energi serap dari persamaan E = I2.R.t yaitu sebesar 0,04681364 Joule, dengan R yaitu 41,08 x 10-5 Ohm.
Pada perhitungan pada table kedua yaitu baterai Alkaline daya yang dihasilkan dari baterai tersebut selama baterai habis terpakai yaitu 2,9831 W dimana rata-rata daya yang dihasilkan selama 9300 s atau 2 jam 35 menit yaitu 0,093221875 W. energi yang juga diperoleh yaitu 1487,61 Joule.
Pada rangkaian kedua kabel yang digunakan adalah kawat tembaga dimana panjang ( L ) = 80,5 cm, luas penampang 0,03 mm, serta massa jenis tembaga ( ) = 1,7 x 10-8 Ohm. meter maka diperoleh energi serap kabel dari persamaan E = I2.R.t yaitu sebesar 0,16091192 Joule, dengan R yaitu 41,08 x 10-5 Ohm.
VIII. Kesimpulan
Usia pemakaian baterai dengan beban satu lampu pijar untuk baterai Panasonic adalah 1 jam 55 menit (6900 s) dan usia pemakaian baterai dengan beban 2 buah lampu pijar adalah 2 jam 30 menit (9000 s), sedangkan untuk baterai Alkaline adalah 2jam 5 menit (7500 s) dan usia pemakaian baterai dengan beban 2 buah lampu pijar adalah 2 jam 35 menit (9300 s).
Energi serap kabel untuk 1 buah lampu pijar untuk baterei Panasonic dengan panjang kawat tembaga 72,5 cm adalah 0,16380 Joule dan 2 buah lampu pijar dengan panjang kawat tembaga 80,5 cm adalah 0,1202 Joule.
Energi serap kabel untuk 1 buah lampu pijar untuk baterei Alkaline dengan panjang kawat tembaga 72,5 cm adalah 0,04681364 Joule dan 2 buah lampu pijar dengan panjang kawat tembaga 80,5 cm adalah 0,16091192 Joule
Besar daya yang diperoleh dari baterei Panasonic untuk 1 buah lampu pijar adalah 1,3046 W dan energinya 522,57 Joule dan daya dari 2 buah lampu pijara adalah 1,7987 W dan energinya adalah 921,29 Joule sedangkan untuk baterei Alkaline1 buah lampu pijar 2,7005 W dan energinya 1491,63 Joule dan daya dari 2 buah lampu pijar adalah 2,9831 W dan energinya sebesar 1487,61 Joule.
Laporan
LABORATORIUM FISIKA
“desain alat untuk menentukan koefisien muai volume zat cair”
DISUSUN OLEH :
NAMA : kasmia
No. Stb. : A 241 04 042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2007
DESAIN ALAT UNTUK MENENTUKAN KOEFISIEN MUAI VOLUME ZAT CAIR
I. TUJUAN
Untuk menentukan koefisien muai volume zat cair
II. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
Alat :
2 buah bejana (gelas kimia).
Pipa kapiler.
Kaki tiga dan kasa.
2 buah termoeter.
Kertas milimeter.
Statif
Bahan :
Air aqua
III. DASAR TEORI
Pemuaian Zat
Bila suatu benda dipanaskan atau dinaikkan temperaturnya maka benda akan memuai. Ini adalah efek yang lazim dari perubahan temperatur suatu bahan. Memuai yang dimaksud daloam arti perubahan ukuran dan perubahan keadaan bahan. Pemuaian yamg terjadi pada benda dapat meliputi muaai panjang, muai luas, dan muai ruang (volume). Besarnya pemuaian benda bergantung pada :
1. Ukuran benda semula
2. Kenaikan suhu
3. Jenis benda
Pemuaian Zat Padat
Zat padat yangdipanaskan akan memuai. Pemuaian yang dialami zat padat dapat berupa muai panjang, muai luas, dan muai ruang (volume)
Pemuaian Zat Cair
Zat cair selalu mempunyai sifatselalu mengikuti entuk sesuai dengan tempat yang ditempati, oleh karena itu zat cairhanya mengalami muai volume saja. Muai volume zat cair dapat diamati dengan menggunakan dilatometer. Muai volume zat cair berbeda untuk tiap jenis zat cair. Besarnya pertambahan volume zat cair akibat pemuaian analog dengan volume zat padat yang dirumuskan :
Vt = V0 (1+
Dimana :
Vt = Volume akhir (m3)
V0 = Volume mula- mula (m3)
Koefisien muai volume (0C)
Tabel 1. Koefisien muai volume zat cair
No Jenis zat cair Koefisien muai volume(0C)
1 Raksa 0,0002
2 Gliserin 0,0005
3 Minyak parafin 0,0009
4 Air 0,00021
5 Bensin 0,00095
6 Alkohol 0,0011
7 Alkoho(metil) 0,0012
Sumber : TIM Penyusun Buku PG untuk SLTP Kelas 1 Intan Pariwara Jakarta
Pemuaian Gas
Apabila suhu gas dinaikkan ada dua faktor yang berubah yaitu volume dengan tekanan. Kedua faktor tersebut sangat berhubungan antara satu dengan lainnya. Untuk mencari hubungan antara suhu veolmen dengan tekanan, salah satu variabel (yang besaran) harus dibuat tetap.
1. Pemansan gas pada tekanan tetap.
2. Pemanasan gas pada volem tetap.
3. Hukum Boyle - Gay Lussac.
IV. PROSEDUR KERJA
Adapun prosedur kerja pada percobaan ini adalah :
1. Menyusun alat seperti gambar berikut.
2. Mengukur volume air yang akan diisi pada masing – masing bejana dan mengusahakan agar mempunyai masa yang sama untuk masing – masing bejana.
3. Memasukan air ke masing – masing gelas kimia dan mencatat tinggi permukaan pada masing – masing gelas kimia.
4. Mencatat suhu awal air pada kedua gelas kimia.
5. Memanaskan air pada A sampai mendidih atau bersuhu 100 0C dan membuka pipa kapiler pada kedua gelas kimia, agar uap air gelas kimia A mengalir ke gelas kimia B.
6. Mencatat tinggi akhir permukaan air pada masing – masing gelas kimia dan mencatat suhu akhirnya.
7. Mengulangi kegiatan 2 – 6 sebanyak 5 kali.
V. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dari percobaan ini adalah:
Tabel 2. Data tinggi permukaan dan suhu air
No t0 (m) T0 (0C) Tabung A Tabung B
tt (m) Tt (0 C) (0 C) tt (m) Tt (0 C) (0 C)
1 0.045 28 0.035 100 0.045075 35
2 0.045 28 0.035 100 0.045075 35
3 0.045 28 0.033 100 0.045060 34
4 0.045 28 0.032 100 0.045045 33
5 0.045 28 0.032 100 0.045045 33
∑ 0.225 0.22530
VI. ANALISA DATA
1. Perhitungan Umum
Dari hasil pengamatan diperoleh :
= 0,045 m = 28 0C T = 6 0C
= 0,04506 m = 34 0C
Maka: =
=
=
= 0,00022 /0C
2. Perhitungan Ralat
Ketidakpastian pengukuran permukaan air
No Tabung A Tabung B
tt (m) tt (m2) tt (m) tt (m2)
1
2
3
4
5 0.035
0.035
0.033
0.032
0.032 0.001225
0.001225
0.001089
0.001024
0.001024 0.045075
0.045075
0.045060
0.045045
0.045045 0.02032
0.02032
0.02030
0.02030
0.02030
∑ 0.167 0.005587 0.2253 0.010154
to =
=
=
=
= 0,000678 /0C
tt =
=
=
=
= 0,0003162 /0C
Ketidakpastian pengukuran suhu air
No Tabung A Tabung B
TA (0C) TA2 (0C)2 TB (0C) TB (0C)2
1
2
3
4
5 28
28
28
28
28 784
784
784
784
784 35
35
34
33
33 1225
1225
1156
1089
1089
∑ 140 3920 170 5784
TA =
=
=
=
= 0
TB =
=
=
=
= 0,447 /0C
Ketidakpastian pengukuran koefisien muai volume
Ktpr =
AB =
=
Pelaporan =
VII. PEMBAHASAN
Setiap fluida yang dipanaskan akan memuai dan pemuaian yang terjadi pada fluida adalah pemuaian ruang atau volume. Pada fluida utamanya pada zat cair, yang terjadi bukan pemuaian panjang dan luas, melainkan pemuaian volume. Hal ini terjadi karena zat cair merupakan zat yang bersifat tidak tetap, dalam arti, partikel – partikel zat cair selalu aktif bergerak, sehingga pada saat dipanaskan partikel – partikel bergerak semakin cepat. Akibatnya tekanan bertambah dan mempengaruhi volume. Pada saat tekanan bertambah maka volume semakin besar. Oleh karena itu pada zat cair yang tejadi adalah pemuaian volume. Dengan demikian perlu diukur nilai koefisien muai volume zat cair tersebut.
Zat yang akan diukur, diisi sampai batas yang ditentukan. Pada saat dipanaskan pada suhu tertentu atau pada titik didihnya, maka zat cair itu akan memuai dan tinggi permukaan zat cair bertambah. Tinggi permukaan zat cair yang memuai itulah yang merupakan nilai koefisien muai volume setelah dimasukkan dalam persamaan. Sehingga uap air yang dialirkan ke gelas kimia dengan menggunakan pipa penghubung maka volume zat cair pada gelas kimia yang lain akan bertambah. Pertambahan tinggi zat cair tersebut itulah yang akan dihitungkan untuk menentukan volume air yang berpindah dari gelas kimia yang dipanaskan.
Nilai koefisien zat cair (air) yang diperoleh dari perhitungan adalah 0,00022 /0C. sedangkan menurut literatur, nilai koefisien muai volume untuk air adalah 0,00021 /0C. Dengan demikian data yang diperoleh tersebut mendekati literatur yang ada, walaupun belum mencapai nilai yang diharapkan karena masih terdapat beberapa kendala dalam proses pengambilan data.
Kendala yang dimaksud adalah penggunaan gelas kimia yang memiliki luas penampang yang besar sehingga sebagian uap airnya menempel pada dinding gelas tersebut dan juga di sebabkan penggunaan penutup gelas kimia (gabus) yang kurang baik sehingga sebagian uap keluar dari penutup gelas kimia dan pada penutup tersebut diselipkan ditengahnya batang pipa kapiler dan thermometer. Sehingga gelas kimia bukan hanya tertekan dan tetapi juga menekan dinding gelas kimia.
Kendala yang ada, dapat diminimalisir sedemikian rupa agar penutup gelas kimia dan penahan gelas kimia tidak menekan dinding gelas kimia dengan keras. Jika hal tersebut bisa dilakukan, diharapkan diperoleh nilai yang sama dengan literatur.
VIII. KESIMPULAN :
Dari hasil pengamatan dan analisa data maka dapat disimpulkan:
untuk menentukan koefisien zat cair maka digunakan rumus :
=
=
=
Sehingga diperoleh koefisien muai volume zat cair yaitu : 0,00022 /0C
IX. DAFTAR PUSTAKA
Budi Prasodjo dkk. 2002. Panduan Fisika. Untuk kelas 2 SLTP. Jakarta
Holfman J.P.1995. Perpindahan kalor . Erlangga : Jakarta
Kanginan Marthen. 2004. Fisika SMA Jilid 1B. PT. Erlangga : Jakarta
Tim Penyusun. 2002. Fisika I SLTP. PT. Intan Pariwara : Jakarta
LABORATORIUM FISIKA
“desain alat untuk menentukan koefisien muai volume zat cair”
DISUSUN OLEH :
NAMA : kasmia
No. Stb. : A 241 04 042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2007
DESAIN ALAT UNTUK MENENTUKAN KOEFISIEN MUAI VOLUME ZAT CAIR
I. TUJUAN
Untuk menentukan koefisien muai volume zat cair
II. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
Alat :
2 buah bejana (gelas kimia).
Pipa kapiler.
Kaki tiga dan kasa.
2 buah termoeter.
Kertas milimeter.
Statif
Bahan :
Air aqua
III. DASAR TEORI
Pemuaian Zat
Bila suatu benda dipanaskan atau dinaikkan temperaturnya maka benda akan memuai. Ini adalah efek yang lazim dari perubahan temperatur suatu bahan. Memuai yang dimaksud daloam arti perubahan ukuran dan perubahan keadaan bahan. Pemuaian yamg terjadi pada benda dapat meliputi muaai panjang, muai luas, dan muai ruang (volume). Besarnya pemuaian benda bergantung pada :
1. Ukuran benda semula
2. Kenaikan suhu
3. Jenis benda
Pemuaian Zat Padat
Zat padat yangdipanaskan akan memuai. Pemuaian yang dialami zat padat dapat berupa muai panjang, muai luas, dan muai ruang (volume)
Pemuaian Zat Cair
Zat cair selalu mempunyai sifatselalu mengikuti entuk sesuai dengan tempat yang ditempati, oleh karena itu zat cairhanya mengalami muai volume saja. Muai volume zat cair dapat diamati dengan menggunakan dilatometer. Muai volume zat cair berbeda untuk tiap jenis zat cair. Besarnya pertambahan volume zat cair akibat pemuaian analog dengan volume zat padat yang dirumuskan :
Vt = V0 (1+
Dimana :
Vt = Volume akhir (m3)
V0 = Volume mula- mula (m3)
Koefisien muai volume (0C)
Tabel 1. Koefisien muai volume zat cair
No Jenis zat cair Koefisien muai volume(0C)
1 Raksa 0,0002
2 Gliserin 0,0005
3 Minyak parafin 0,0009
4 Air 0,00021
5 Bensin 0,00095
6 Alkohol 0,0011
7 Alkoho(metil) 0,0012
Sumber : TIM Penyusun Buku PG untuk SLTP Kelas 1 Intan Pariwara Jakarta
Pemuaian Gas
Apabila suhu gas dinaikkan ada dua faktor yang berubah yaitu volume dengan tekanan. Kedua faktor tersebut sangat berhubungan antara satu dengan lainnya. Untuk mencari hubungan antara suhu veolmen dengan tekanan, salah satu variabel (yang besaran) harus dibuat tetap.
1. Pemansan gas pada tekanan tetap.
2. Pemanasan gas pada volem tetap.
3. Hukum Boyle - Gay Lussac.
IV. PROSEDUR KERJA
Adapun prosedur kerja pada percobaan ini adalah :
1. Menyusun alat seperti gambar berikut.
2. Mengukur volume air yang akan diisi pada masing – masing bejana dan mengusahakan agar mempunyai masa yang sama untuk masing – masing bejana.
3. Memasukan air ke masing – masing gelas kimia dan mencatat tinggi permukaan pada masing – masing gelas kimia.
4. Mencatat suhu awal air pada kedua gelas kimia.
5. Memanaskan air pada A sampai mendidih atau bersuhu 100 0C dan membuka pipa kapiler pada kedua gelas kimia, agar uap air gelas kimia A mengalir ke gelas kimia B.
6. Mencatat tinggi akhir permukaan air pada masing – masing gelas kimia dan mencatat suhu akhirnya.
7. Mengulangi kegiatan 2 – 6 sebanyak 5 kali.
V. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dari percobaan ini adalah:
Tabel 2. Data tinggi permukaan dan suhu air
No t0 (m) T0 (0C) Tabung A Tabung B
tt (m) Tt (0 C) (0 C) tt (m) Tt (0 C) (0 C)
1 0.045 28 0.035 100 0.045075 35
2 0.045 28 0.035 100 0.045075 35
3 0.045 28 0.033 100 0.045060 34
4 0.045 28 0.032 100 0.045045 33
5 0.045 28 0.032 100 0.045045 33
∑ 0.225 0.22530
VI. ANALISA DATA
1. Perhitungan Umum
Dari hasil pengamatan diperoleh :
= 0,045 m = 28 0C T = 6 0C
= 0,04506 m = 34 0C
Maka: =
=
=
= 0,00022 /0C
2. Perhitungan Ralat
Ketidakpastian pengukuran permukaan air
No Tabung A Tabung B
tt (m) tt (m2) tt (m) tt (m2)
1
2
3
4
5 0.035
0.035
0.033
0.032
0.032 0.001225
0.001225
0.001089
0.001024
0.001024 0.045075
0.045075
0.045060
0.045045
0.045045 0.02032
0.02032
0.02030
0.02030
0.02030
∑ 0.167 0.005587 0.2253 0.010154
to =
=
=
=
= 0,000678 /0C
tt =
=
=
=
= 0,0003162 /0C
Ketidakpastian pengukuran suhu air
No Tabung A Tabung B
TA (0C) TA2 (0C)2 TB (0C) TB (0C)2
1
2
3
4
5 28
28
28
28
28 784
784
784
784
784 35
35
34
33
33 1225
1225
1156
1089
1089
∑ 140 3920 170 5784
TA =
=
=
=
= 0
TB =
=
=
=
= 0,447 /0C
Ketidakpastian pengukuran koefisien muai volume
Ktpr =
AB =
=
Pelaporan =
VII. PEMBAHASAN
Setiap fluida yang dipanaskan akan memuai dan pemuaian yang terjadi pada fluida adalah pemuaian ruang atau volume. Pada fluida utamanya pada zat cair, yang terjadi bukan pemuaian panjang dan luas, melainkan pemuaian volume. Hal ini terjadi karena zat cair merupakan zat yang bersifat tidak tetap, dalam arti, partikel – partikel zat cair selalu aktif bergerak, sehingga pada saat dipanaskan partikel – partikel bergerak semakin cepat. Akibatnya tekanan bertambah dan mempengaruhi volume. Pada saat tekanan bertambah maka volume semakin besar. Oleh karena itu pada zat cair yang tejadi adalah pemuaian volume. Dengan demikian perlu diukur nilai koefisien muai volume zat cair tersebut.
Zat yang akan diukur, diisi sampai batas yang ditentukan. Pada saat dipanaskan pada suhu tertentu atau pada titik didihnya, maka zat cair itu akan memuai dan tinggi permukaan zat cair bertambah. Tinggi permukaan zat cair yang memuai itulah yang merupakan nilai koefisien muai volume setelah dimasukkan dalam persamaan. Sehingga uap air yang dialirkan ke gelas kimia dengan menggunakan pipa penghubung maka volume zat cair pada gelas kimia yang lain akan bertambah. Pertambahan tinggi zat cair tersebut itulah yang akan dihitungkan untuk menentukan volume air yang berpindah dari gelas kimia yang dipanaskan.
Nilai koefisien zat cair (air) yang diperoleh dari perhitungan adalah 0,00022 /0C. sedangkan menurut literatur, nilai koefisien muai volume untuk air adalah 0,00021 /0C. Dengan demikian data yang diperoleh tersebut mendekati literatur yang ada, walaupun belum mencapai nilai yang diharapkan karena masih terdapat beberapa kendala dalam proses pengambilan data.
Kendala yang dimaksud adalah penggunaan gelas kimia yang memiliki luas penampang yang besar sehingga sebagian uap airnya menempel pada dinding gelas tersebut dan juga di sebabkan penggunaan penutup gelas kimia (gabus) yang kurang baik sehingga sebagian uap keluar dari penutup gelas kimia dan pada penutup tersebut diselipkan ditengahnya batang pipa kapiler dan thermometer. Sehingga gelas kimia bukan hanya tertekan dan tetapi juga menekan dinding gelas kimia.
Kendala yang ada, dapat diminimalisir sedemikian rupa agar penutup gelas kimia dan penahan gelas kimia tidak menekan dinding gelas kimia dengan keras. Jika hal tersebut bisa dilakukan, diharapkan diperoleh nilai yang sama dengan literatur.
VIII. KESIMPULAN :
Dari hasil pengamatan dan analisa data maka dapat disimpulkan:
untuk menentukan koefisien zat cair maka digunakan rumus :
=
=
=
Sehingga diperoleh koefisien muai volume zat cair yaitu : 0,00022 /0C
IX. DAFTAR PUSTAKA
Budi Prasodjo dkk. 2002. Panduan Fisika. Untuk kelas 2 SLTP. Jakarta
Holfman J.P.1995. Perpindahan kalor . Erlangga : Jakarta
Kanginan Marthen. 2004. Fisika SMA Jilid 1B. PT. Erlangga : Jakarta
Tim Penyusun. 2002. Fisika I SLTP. PT. Intan Pariwara : Jakarta
Laboratorium Fisika ( Indeks bias zat cair )
INDEKS BIAS ZAT CAIR
A. TUJUAN
Menentukan indeks bias zat cair dengan prinsip pemantulan total
B. ALAT DAN BAHAN
1. Seperangkat alat ukur indeks bias
2. Kertas grafik
3. Zat cair (air dan minyak kelapa)
C. DASAR TOERI
1. Indeks bias
Indeks bias merupakan perbandingan laju cahaya di ruang hampa terhadap laju cahaya di dalam medium. Sebagai contoh, laju cahaya di dalam kaca kira-kira dua per tiga dari laju cahaya di ruang bebas. Jadi indeks bias kaca kira-kira n = c/v = 1,5.
Menurut Tippler (2001: 446), frekuensi cahaya pada medium kedua sama dengan frekuensi cahaya datang, atom-atom menyerap dan meradiasi ulang cahaya tersebut pada frekuensi yang sama tetapi laju gelombang yang dilewatkan lebih kecil dari laju gelombang datang maka panjang gelombang cahaya yang ditransmisikan berbeda dari panjang gelombang cahaya datang. Jika adalah panjang gelombang cahaya di ruang hampa, maka panjang gelombang di dalam medium dengan indeks bias n adalah:
……………………………………………….. (1)
Gambar 1 menunjukkan cahaya datang melalui udara mengenai sebuah permukaan kaca yang rata. Sinar yang memasuki kaca disebut sinar yang dibiaskan, dan sudut r disebut sudut bias. Sudut bias lebih kecil dari sudut datang i. Jadi, sinar yang dibiaskan dibelokkan mendekati garis normal.
Menurut Retnowati dan Ishafit (2002), fenomena pembiasan dapat dijelaskan dengan prinsip Huygens. Berdasarkan prinsip ini, semua titik pada muka gelombang (wave front) primer dapat dipandang sebagai sumber titik yang menghasilkan gelombang sferis sekunder (wavelets) yang kemudian berkembang dengan laju dan frekuensi sama dengan gelombang primer. Setelah selang waktu t+t, posisi muka gelombang yang baru adalah permukaan selubung yang menyinggung semua gelombang sekunder dengan radius ct.
Gambar 2 menunjukkan sebuah gelombang datang yang mengenai permukaan udara-kaca. Prinsip Huygens dapat diterapkan untuk menemukan muka gelombang yang ditransmisikan. Garis HC menunjukkan sebagian muka gelombang dalam medium 1 yang mengenai permukaan kaca dengan sudut datang i. Pada waktu t, gelombang kecil dari E menempuh jarak v1t dan mencapai titik C pada garis HC yang memisahkan kedua medium, dimana gelombang kecil dari titik H menempuh jarak yang lebih pendek v2t menuju medium kedua. Muka gelombang baru E’C tidak sejajar dengan muka gelombang asal EC disebabkan laju v1 dan v2 berbeda. Dari segitiga siku-siku HCE dan HCE’ dapat ditulis:
atau ; untuk HCE ….……………… (2)
atau ; untuk HCE’ .………………… (3)
Dari persamaan (2) dan (3), diperoleh:
………………………………………. (4)
Perbandingan cepat rambat cahaya dalam dua medium didefinisikan sebagai indeks bias, tepatnya indeks bias relatif dirumuskan sebagai berikut:
…………………………………….. (5)
Dengan mensubstitusi persamaan (5) ke persamaan (4), diperoleh:
n1 sin i = n2 sin r …………………………………….. (6)
Persamaan (6) merupakan salah satu dari dua hukum pembiasan cahaya yang selengkapnya dapat dituliskan (Bhattacharjee, 2005) sebagai berikut:
1. Sinar datang, sinar bias dan vektor normal bidang pada titik datang berada pada satu bidang.
2. Perbandingan antara sinus sudut datang dan sinus sudut bias cahaya yang memasuki bidang batas dua medium yang berbeda adalah tetap dan yang tetap ini dikenal sebagai indeks bias medium kedua terhadap medium pertama (hukum Snellius).
3.2 Pemantulan total
Jika seberkas cahaya datang dari medium yang rapat (secara optis), masuk ke medium yang kurang rapat, misalnya cahaya datang dari kaca ke udara seperti pada Gambar 3, maka sinar biasnya akan menjauhi garis normal artinya sudut bias (') lebih besar dari sudut datang (). Apabila sudut datang ini terus diperbesar maka suatu saat akan dicapai keadaan dimana sinar biasnya mengarah sepanjang bidang batas (lihat sinar e pada Gambar 4) atau sudut biasnya 90o. Sudut datang () yang menghasilkan sudut bias 90o disebut sebagai sudut kritis. Jelas bahwa jika sudut datang diperbesar melebihi sudut kritis, maka tidak ada lagi sinar yang dibiaskan, tetapi semua sinar dipantulkan kembali. Fenomena ini disebut pemantulan internal total. Besarnya sudut kritis dapat ditentukan dengan menggunakan hukum pembiasan Snellius sebagai berikut:
…………………………………….. (7)
Keterangan :
nk = indeks bias cahaya pada kaca
nu = indeks bias cahaya pada udara = 1
Jika dilakukan percobaan dengan konstruksi peralatan seperti pada Gambar 4, maka akan diperoleh pola gelap terang. Dengan menganalisis pola gelap-terang yang terbentuk dihubungkan dengan medium yang dipergunakan, maka akan diperoleh hubungan matematis untuk menentukan indeks bias kaca (nk) dan zat cair (nc).
Keterangan:
Dg = Diameter lingkaran gelap (tanpa lapisan zat cair di atas pelat kaca)
Dx = Diameter lingkaran gelap (dengan lapisan zat cair di atas pelat kaca).
Dari Gambar 6 diperoleh:
............................…………….. (8)
Persamaan (8) disubstitusi ke persamaan (7), maka diperoleh persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan indeks bias kaca, sebagai berikut:
..........…...………….. (9)
Untuk menentukan indeks bias zat cair dapat dilakukan dengan menganalis pola cincin gelap-terang secara geometri, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Dari gambar diperoleh:
.........................…………….. (10)
Dan , sehingga diperoleh:
atau
..........................…………….(11) Dimana t adalah tebal kaca. Persamaan (11) merupakan persamaan yang akan digunakan untuk menentukan indeks bias zat cair.
D. PROSEDUR KERJA
1. Menentukan indeks bias kaca
a. Menyusun alat seperti Gambar 4, kemudian menghubungkan sumber cahaya (lampu) pada sumber tegangan PLN.
b. Mengatur fokus lensa, sehingga terlihat pola gelap-terang yang jelas pada kaca.
c. Mengamati pola gelap-terang yang terbentuk pada kertas grafik, kemudian mengukur diameter lingkaran gelap (Dg) yang terbentuk.
d. Memasukkan data pengamatan ke dalam tabel 1
Tabel 1 Hasil pengamatan pola gelap-terang pada kaca
Ketebalan kaca (t) Dg
1 2 3 4 5
e. Menghitung indeks bias kaca dengan menggunakan persamaan (9), kemudian membandingkan hasil yang diperoleh dengan literatur.
2. Menentukan indeks bias zat cair
a. Mengulangi langkah a hingga langkah b pada percobaan 1.
b. Memasukkan zat cair (air) ke dalam wadah (di atas balok kaca).
c. Mengamati pola gelap terang yang terbentuk pada kertas grafik, kemudian mengukur diameter lingkaran gelap (Dx) yang terbentuk.
d. Mengganti jenis zat cair (air) dengan minyak kelapa, kemudian melakukan langkah yang sama seperti pada bagian a sampai c.
e. Memasukkan data pengamatan ke dalam tabel 2
Tabel 2 Hasil pengamatan pola gelap-terang pada kaca-zat cair
Jenis zat cair Ketebalan kaca (t) Dx
1 2 3 4 5
Air
Minyak kelapa
f. Menghitung indeks bias zat cair dengan menggunakan persamaan (11), kemudian bandingkan hasil yang diperoleh dengan literatur
E. HASIL PENGAMATAN
1. Menentukan indeks bias kaca
Ketebalan kaca (t) Dg
1 2 3 4 5
5 mm 9,5 10,9 11,8 13,3 14
3 mm 9,3 10,8 11,2 12,4 12,8
2. Menentukan indeks bias zat cair
Jenis zat cair Ketebalan kaca (t) Dx
1 2 3 4 5
Air 5 mm 8 9,1 11 12,4 13,2
3 mm 9,6 11 11,9 12,7 13,2
Minyak kelapa 5 mm 12 13,9 14,7 16,2 17,2
3 mm 11,8 13,2 14,6 15,6 16,9
F. ANALISA DATA
1. Menentukan indeks bias kaca
Rumus :
Kaca 5 mm
a.
= 2,3
b.
= 2,1
c.
= 1,9
d.
= 1,8
e.
=1,7
Kaca 3 mm
a.
= 1,6
b.
= 1,49 = 1,5
c.
= 1,46 = 1,5
d.
= 1,4
e.
= 1,37 = 1,4
2. Menentukan indeks bias zat cair
Rumus :
Menggunakan Air
Kaca 5 mm
a.
= 0,85
b.
= 0,86
c.
= 0,92
D.
= 0,94
e.
= 0,93
Kaca 3 mm
a.
= 1,0
b.
= 1,01
c.
=1,05
d.
= 1,02
e.
= 1,04
Minyak kelapa
Kaca 5 mm
a.
= 1,18
b.
= 1,19
c.
= 1,12
d.
= 1,13
e.
= 1,11
Kaca 3 mm
a.
= 1,12
b.
= 1,11
c.
= 1,15
d.
= 1,10
e.
= 1,14
G. PEMBAHASAN
Indeks bias merupakan perbandingan laju cahaya di ruang hampa terhadap laju cahaya didalam medium.
Berdasarkan dari hasil percobaan yang telah dilakukan kami menggunakan sebuah lensa yang berguna untuk mengatur besar kecilnya cahaya yang keluar dari tabung cahaya dengan cara mengubah-ubah posisi dan kettinggian dari tabung sumber cahaya. Selain itu kami juga menggunakan dua buah kaca dengan ketebalan yang berbeda-beda , masing-masing kaca dengan ketebalan 5 mm dan 3 mm.
Pada proses pengambilan data ,langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan indeks bias kaca. Dimana dalam menentukan indeks bias kaca ini kami menggunakan kedua kaca yang telah disediakan secara bergantian dengan mengatur tinggi dan rendahnya tabung sumber cahaya terhadap kaca untuk menghitung diameter pola terang gelap yang terbentuk pada layar.
Setelah proses pengambilan data untuk indeks bias kaca selesai maka selanjutnya kita akan menentukan indeks bias zat cair. Prosedur yang dilakukan adalah sama pada saat menentukan indeks bias kaca , Cuma tinggal menambahkan air dan minyak kelapa keatas balok kaca dan selanjutnya mengukur diameter gelap yang terbentuk pada layar.
Dari analisa data untuk menentukan indeks bias kaca diperoleh hasil yaitu : untuk kaca dengan ketebalan 5 mm yaitu 1). 2,3 2).2,1 3).1,9 4). 1,8 5)1,7. sedangkan untuk kaca 3 mm didapat hasil yaitu 1).1,6 2).1,5 3).1,5 4).1,4 5).1,4.dari hasil tersebiut dapat kita katakana bahwa untuk ketebalan kaca juga mempengaruhi proses pembiasan yang terlihat pada layer , selain tiu juga dipengaruhi oleh pengaturan ketinggian tabung cahaya yang hampir tidak sama.
Selanjutnya dalam menentukan indeks bias zat cair ,untuk bahan air dengan ketebalan kaca 5 mm diperoleh hasil yaitu : 1). 0,85 2). 0,86 3). 0,92 4). 0,94 5). 0,93. dan untuk kaca dengan ketebalan 3 mm diperoleh hasil 1). 1,0 2). 1,01 3). 1,05 4). 1,02 5). 1,04. hasil yang kami peroleh ini masih jauh dari nilai yang ada pada literature yaitu indeks bias air = 1,33. hal ini disebabkan oleh karena tidak adanya kejelasan dalam pemakaian alat praktek ,sehingga hasil yang kami dapatpun kurang bagus.
Sedangkan untuk minyak kelapa dengan kaca 5 mm diperoleh hasil yaitu : 1). 1,18 2). 1,19 3). 1,12 4).1,13 5). 1,11. dan untuk kaca dengan tebal 3 mm diperoleh hasil yaitu : 1) 1,12 2).1,11 3) 1,15 4). 1,10 5). 1,14.
Ternyata dalam proses pengambilan data, terang lampu sangat berpengaruh terutama pada saat melihat pola terang gelap yang terlihat pada layer. Selain itu juga ketebalan kaca sangat berpengaruh pada pola terang gelap yang terbentuk pada layer. Untuk proses pembiasan banyaknya zat cair juga sangat mempengaruhi apakah pola cincin terang gelap semakin melebar atau tidak.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat kami tarik suatu kesimpulan yaitu :
1. Tebal atau tipisnya suatu bahan kaca yang digunakan sangat berpengaruh pada pola pembentukan cincin terang gelap pada saat proses pembiasan terjadi.
2. Terang lampu dan banyaknya zat cair yang digunakan dalam proses pengambilan data juga sangat berpengaruh pada proses pembiasan yang terjadi.
3. Untuk indeks bias kaca dengan tebal 5mm diperoleh indeks bias rata-rata = 1,96. sedangkan untuk tebal 3 mm diperoleh indeks bias rata-rata = 1,48.
4. Dengan menggunakan zat cair,untuk kaca tebal 5 mm dengan menggunakan air diperoleh indeks bias rata-rata = 0,9. sedfangkan untuk kaca 3 mm diperoleh indeks bias rata-rata = 1,024.
5. Dengan menggunakan minyak,untuk kaca dengan tebal 5 mm diperoleh indeks bias rata-rata = 1,15. dan untuk kaca dengan tebal 3 mm diperoleh indeks bias rata-ratanya =1,12.
6. Untuk menentukan indeks bias kaca digunakan persamaan :
7. Untuik menentukan indeks bias zat cair digunakan persamaan :
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharjee, P.R. (2005). The generalized vektorial laws of reflection and refraction. European Journal of Physics. Vol. 26. p: 901-911.
Retnowati dan Ishafit. (2002). Interpretasi Fisika Klasik dan Kuantum terhadap Pembiasan Cahaya. Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia. Vol. B5. p: 0558_1 – 0558_5.
Tippler, P.A. (2001). Physics for Scientists and Engineers (Alih bahasa: Bambang Soegijono). Jakarta: Penerbit Erlangga.
A. TUJUAN
Menentukan indeks bias zat cair dengan prinsip pemantulan total
B. ALAT DAN BAHAN
1. Seperangkat alat ukur indeks bias
2. Kertas grafik
3. Zat cair (air dan minyak kelapa)
C. DASAR TOERI
1. Indeks bias
Indeks bias merupakan perbandingan laju cahaya di ruang hampa terhadap laju cahaya di dalam medium. Sebagai contoh, laju cahaya di dalam kaca kira-kira dua per tiga dari laju cahaya di ruang bebas. Jadi indeks bias kaca kira-kira n = c/v = 1,5.
Menurut Tippler (2001: 446), frekuensi cahaya pada medium kedua sama dengan frekuensi cahaya datang, atom-atom menyerap dan meradiasi ulang cahaya tersebut pada frekuensi yang sama tetapi laju gelombang yang dilewatkan lebih kecil dari laju gelombang datang maka panjang gelombang cahaya yang ditransmisikan berbeda dari panjang gelombang cahaya datang. Jika adalah panjang gelombang cahaya di ruang hampa, maka panjang gelombang di dalam medium dengan indeks bias n adalah:
……………………………………………….. (1)
Gambar 1 menunjukkan cahaya datang melalui udara mengenai sebuah permukaan kaca yang rata. Sinar yang memasuki kaca disebut sinar yang dibiaskan, dan sudut r disebut sudut bias. Sudut bias lebih kecil dari sudut datang i. Jadi, sinar yang dibiaskan dibelokkan mendekati garis normal.
Menurut Retnowati dan Ishafit (2002), fenomena pembiasan dapat dijelaskan dengan prinsip Huygens. Berdasarkan prinsip ini, semua titik pada muka gelombang (wave front) primer dapat dipandang sebagai sumber titik yang menghasilkan gelombang sferis sekunder (wavelets) yang kemudian berkembang dengan laju dan frekuensi sama dengan gelombang primer. Setelah selang waktu t+t, posisi muka gelombang yang baru adalah permukaan selubung yang menyinggung semua gelombang sekunder dengan radius ct.
Gambar 2 menunjukkan sebuah gelombang datang yang mengenai permukaan udara-kaca. Prinsip Huygens dapat diterapkan untuk menemukan muka gelombang yang ditransmisikan. Garis HC menunjukkan sebagian muka gelombang dalam medium 1 yang mengenai permukaan kaca dengan sudut datang i. Pada waktu t, gelombang kecil dari E menempuh jarak v1t dan mencapai titik C pada garis HC yang memisahkan kedua medium, dimana gelombang kecil dari titik H menempuh jarak yang lebih pendek v2t menuju medium kedua. Muka gelombang baru E’C tidak sejajar dengan muka gelombang asal EC disebabkan laju v1 dan v2 berbeda. Dari segitiga siku-siku HCE dan HCE’ dapat ditulis:
atau ; untuk HCE ….……………… (2)
atau ; untuk HCE’ .………………… (3)
Dari persamaan (2) dan (3), diperoleh:
………………………………………. (4)
Perbandingan cepat rambat cahaya dalam dua medium didefinisikan sebagai indeks bias, tepatnya indeks bias relatif dirumuskan sebagai berikut:
…………………………………….. (5)
Dengan mensubstitusi persamaan (5) ke persamaan (4), diperoleh:
n1 sin i = n2 sin r …………………………………….. (6)
Persamaan (6) merupakan salah satu dari dua hukum pembiasan cahaya yang selengkapnya dapat dituliskan (Bhattacharjee, 2005) sebagai berikut:
1. Sinar datang, sinar bias dan vektor normal bidang pada titik datang berada pada satu bidang.
2. Perbandingan antara sinus sudut datang dan sinus sudut bias cahaya yang memasuki bidang batas dua medium yang berbeda adalah tetap dan yang tetap ini dikenal sebagai indeks bias medium kedua terhadap medium pertama (hukum Snellius).
3.2 Pemantulan total
Jika seberkas cahaya datang dari medium yang rapat (secara optis), masuk ke medium yang kurang rapat, misalnya cahaya datang dari kaca ke udara seperti pada Gambar 3, maka sinar biasnya akan menjauhi garis normal artinya sudut bias (') lebih besar dari sudut datang (). Apabila sudut datang ini terus diperbesar maka suatu saat akan dicapai keadaan dimana sinar biasnya mengarah sepanjang bidang batas (lihat sinar e pada Gambar 4) atau sudut biasnya 90o. Sudut datang () yang menghasilkan sudut bias 90o disebut sebagai sudut kritis. Jelas bahwa jika sudut datang diperbesar melebihi sudut kritis, maka tidak ada lagi sinar yang dibiaskan, tetapi semua sinar dipantulkan kembali. Fenomena ini disebut pemantulan internal total. Besarnya sudut kritis dapat ditentukan dengan menggunakan hukum pembiasan Snellius sebagai berikut:
…………………………………….. (7)
Keterangan :
nk = indeks bias cahaya pada kaca
nu = indeks bias cahaya pada udara = 1
Jika dilakukan percobaan dengan konstruksi peralatan seperti pada Gambar 4, maka akan diperoleh pola gelap terang. Dengan menganalisis pola gelap-terang yang terbentuk dihubungkan dengan medium yang dipergunakan, maka akan diperoleh hubungan matematis untuk menentukan indeks bias kaca (nk) dan zat cair (nc).
Keterangan:
Dg = Diameter lingkaran gelap (tanpa lapisan zat cair di atas pelat kaca)
Dx = Diameter lingkaran gelap (dengan lapisan zat cair di atas pelat kaca).
Dari Gambar 6 diperoleh:
............................…………….. (8)
Persamaan (8) disubstitusi ke persamaan (7), maka diperoleh persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan indeks bias kaca, sebagai berikut:
..........…...………….. (9)
Untuk menentukan indeks bias zat cair dapat dilakukan dengan menganalis pola cincin gelap-terang secara geometri, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Dari gambar diperoleh:
.........................…………….. (10)
Dan , sehingga diperoleh:
atau
..........................…………….(11) Dimana t adalah tebal kaca. Persamaan (11) merupakan persamaan yang akan digunakan untuk menentukan indeks bias zat cair.
D. PROSEDUR KERJA
1. Menentukan indeks bias kaca
a. Menyusun alat seperti Gambar 4, kemudian menghubungkan sumber cahaya (lampu) pada sumber tegangan PLN.
b. Mengatur fokus lensa, sehingga terlihat pola gelap-terang yang jelas pada kaca.
c. Mengamati pola gelap-terang yang terbentuk pada kertas grafik, kemudian mengukur diameter lingkaran gelap (Dg) yang terbentuk.
d. Memasukkan data pengamatan ke dalam tabel 1
Tabel 1 Hasil pengamatan pola gelap-terang pada kaca
Ketebalan kaca (t) Dg
1 2 3 4 5
e. Menghitung indeks bias kaca dengan menggunakan persamaan (9), kemudian membandingkan hasil yang diperoleh dengan literatur.
2. Menentukan indeks bias zat cair
a. Mengulangi langkah a hingga langkah b pada percobaan 1.
b. Memasukkan zat cair (air) ke dalam wadah (di atas balok kaca).
c. Mengamati pola gelap terang yang terbentuk pada kertas grafik, kemudian mengukur diameter lingkaran gelap (Dx) yang terbentuk.
d. Mengganti jenis zat cair (air) dengan minyak kelapa, kemudian melakukan langkah yang sama seperti pada bagian a sampai c.
e. Memasukkan data pengamatan ke dalam tabel 2
Tabel 2 Hasil pengamatan pola gelap-terang pada kaca-zat cair
Jenis zat cair Ketebalan kaca (t) Dx
1 2 3 4 5
Air
Minyak kelapa
f. Menghitung indeks bias zat cair dengan menggunakan persamaan (11), kemudian bandingkan hasil yang diperoleh dengan literatur
E. HASIL PENGAMATAN
1. Menentukan indeks bias kaca
Ketebalan kaca (t) Dg
1 2 3 4 5
5 mm 9,5 10,9 11,8 13,3 14
3 mm 9,3 10,8 11,2 12,4 12,8
2. Menentukan indeks bias zat cair
Jenis zat cair Ketebalan kaca (t) Dx
1 2 3 4 5
Air 5 mm 8 9,1 11 12,4 13,2
3 mm 9,6 11 11,9 12,7 13,2
Minyak kelapa 5 mm 12 13,9 14,7 16,2 17,2
3 mm 11,8 13,2 14,6 15,6 16,9
F. ANALISA DATA
1. Menentukan indeks bias kaca
Rumus :
Kaca 5 mm
a.
= 2,3
b.
= 2,1
c.
= 1,9
d.
= 1,8
e.
=1,7
Kaca 3 mm
a.
= 1,6
b.
= 1,49 = 1,5
c.
= 1,46 = 1,5
d.
= 1,4
e.
= 1,37 = 1,4
2. Menentukan indeks bias zat cair
Rumus :
Menggunakan Air
Kaca 5 mm
a.
= 0,85
b.
= 0,86
c.
= 0,92
D.
= 0,94
e.
= 0,93
Kaca 3 mm
a.
= 1,0
b.
= 1,01
c.
=1,05
d.
= 1,02
e.
= 1,04
Minyak kelapa
Kaca 5 mm
a.
= 1,18
b.
= 1,19
c.
= 1,12
d.
= 1,13
e.
= 1,11
Kaca 3 mm
a.
= 1,12
b.
= 1,11
c.
= 1,15
d.
= 1,10
e.
= 1,14
G. PEMBAHASAN
Indeks bias merupakan perbandingan laju cahaya di ruang hampa terhadap laju cahaya didalam medium.
Berdasarkan dari hasil percobaan yang telah dilakukan kami menggunakan sebuah lensa yang berguna untuk mengatur besar kecilnya cahaya yang keluar dari tabung cahaya dengan cara mengubah-ubah posisi dan kettinggian dari tabung sumber cahaya. Selain itu kami juga menggunakan dua buah kaca dengan ketebalan yang berbeda-beda , masing-masing kaca dengan ketebalan 5 mm dan 3 mm.
Pada proses pengambilan data ,langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan indeks bias kaca. Dimana dalam menentukan indeks bias kaca ini kami menggunakan kedua kaca yang telah disediakan secara bergantian dengan mengatur tinggi dan rendahnya tabung sumber cahaya terhadap kaca untuk menghitung diameter pola terang gelap yang terbentuk pada layar.
Setelah proses pengambilan data untuk indeks bias kaca selesai maka selanjutnya kita akan menentukan indeks bias zat cair. Prosedur yang dilakukan adalah sama pada saat menentukan indeks bias kaca , Cuma tinggal menambahkan air dan minyak kelapa keatas balok kaca dan selanjutnya mengukur diameter gelap yang terbentuk pada layar.
Dari analisa data untuk menentukan indeks bias kaca diperoleh hasil yaitu : untuk kaca dengan ketebalan 5 mm yaitu 1). 2,3 2).2,1 3).1,9 4). 1,8 5)1,7. sedangkan untuk kaca 3 mm didapat hasil yaitu 1).1,6 2).1,5 3).1,5 4).1,4 5).1,4.dari hasil tersebiut dapat kita katakana bahwa untuk ketebalan kaca juga mempengaruhi proses pembiasan yang terlihat pada layer , selain tiu juga dipengaruhi oleh pengaturan ketinggian tabung cahaya yang hampir tidak sama.
Selanjutnya dalam menentukan indeks bias zat cair ,untuk bahan air dengan ketebalan kaca 5 mm diperoleh hasil yaitu : 1). 0,85 2). 0,86 3). 0,92 4). 0,94 5). 0,93. dan untuk kaca dengan ketebalan 3 mm diperoleh hasil 1). 1,0 2). 1,01 3). 1,05 4). 1,02 5). 1,04. hasil yang kami peroleh ini masih jauh dari nilai yang ada pada literature yaitu indeks bias air = 1,33. hal ini disebabkan oleh karena tidak adanya kejelasan dalam pemakaian alat praktek ,sehingga hasil yang kami dapatpun kurang bagus.
Sedangkan untuk minyak kelapa dengan kaca 5 mm diperoleh hasil yaitu : 1). 1,18 2). 1,19 3). 1,12 4).1,13 5). 1,11. dan untuk kaca dengan tebal 3 mm diperoleh hasil yaitu : 1) 1,12 2).1,11 3) 1,15 4). 1,10 5). 1,14.
Ternyata dalam proses pengambilan data, terang lampu sangat berpengaruh terutama pada saat melihat pola terang gelap yang terlihat pada layer. Selain itu juga ketebalan kaca sangat berpengaruh pada pola terang gelap yang terbentuk pada layer. Untuk proses pembiasan banyaknya zat cair juga sangat mempengaruhi apakah pola cincin terang gelap semakin melebar atau tidak.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat kami tarik suatu kesimpulan yaitu :
1. Tebal atau tipisnya suatu bahan kaca yang digunakan sangat berpengaruh pada pola pembentukan cincin terang gelap pada saat proses pembiasan terjadi.
2. Terang lampu dan banyaknya zat cair yang digunakan dalam proses pengambilan data juga sangat berpengaruh pada proses pembiasan yang terjadi.
3. Untuk indeks bias kaca dengan tebal 5mm diperoleh indeks bias rata-rata = 1,96. sedangkan untuk tebal 3 mm diperoleh indeks bias rata-rata = 1,48.
4. Dengan menggunakan zat cair,untuk kaca tebal 5 mm dengan menggunakan air diperoleh indeks bias rata-rata = 0,9. sedfangkan untuk kaca 3 mm diperoleh indeks bias rata-rata = 1,024.
5. Dengan menggunakan minyak,untuk kaca dengan tebal 5 mm diperoleh indeks bias rata-rata = 1,15. dan untuk kaca dengan tebal 3 mm diperoleh indeks bias rata-ratanya =1,12.
6. Untuk menentukan indeks bias kaca digunakan persamaan :
7. Untuik menentukan indeks bias zat cair digunakan persamaan :
DAFTAR PUSTAKA
Bhattacharjee, P.R. (2005). The generalized vektorial laws of reflection and refraction. European Journal of Physics. Vol. 26. p: 901-911.
Retnowati dan Ishafit. (2002). Interpretasi Fisika Klasik dan Kuantum terhadap Pembiasan Cahaya. Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia. Vol. B5. p: 0558_1 – 0558_5.
Tippler, P.A. (2001). Physics for Scientists and Engineers (Alih bahasa: Bambang Soegijono). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Laboratorium Fisika ( Viskositas air )
VISKOSITAS AIR
I. Tujuan
1. Untuk mempelajari aliran zat cair dalam tabung yang berdiameter 3 mm.
2. Menghitung koefisien viskositas ( ) air dengan memakai tabung yang berdiameter 3mm.
II. Alat dan Bahan
1. Peralatan viskositas aliran.
2. tabung berdiameter 3 mm.
3. Gelas ukur 100 ml.
4. Penggaris.
5. Stopwatch.
6. Pipa Kapiler.
III. Dasar Teori
Suatu fluida yang bergerak akan mengalami gesekan internal yang disebut sebagai viskositas. Hal ini terjadi baik dalam gas maupun dalam gas maupun cairan yang terjadi karena perbedaan lapisan fluida saat bergerak relatif satu sama lain. Laju aliran fluida dalam tabung bergantung pada viskositas fluida, perbedaan tekanan dan dimensi air tabung untuk aliran zat cair dalam pipa kapiler berlaku rumus poiseville :
Dengan :
Q = Volume cairan yang mengalir perdetik.
= Beda tekanan antara jung-ujung pipa.
= Viskositas Zat cair
R = Jari-jari dalam penampang pipa kapiler.
L = Panjang pipa kapiler.
Agar rumus poiseville berlaku, letak pipa kapiler harus horizontal, persamaan (1) dapat disederhanakan :
Dengan ;
h = Tinggi permukaan air
g = Percepatan gravitasi
= Kerapatan zat cair.
IV. Prosedur Kerja
1. Menyusun alat-alat yang digunakan seperti pada gambar :
2. Mengalirkan air melalui pipa kapiler. Mencatat volume air yang tertampung selama 30 detik.
3. Mengulangi percobaan 2 untuk berbagai kedudukan tinggi pipa kapiler.
V. Hasil Pengamatan
Jika diketahui ;
L = 28 cm
= 1 Kg/m3, g = 9,8 m/s2
= 3,0 mm
t = 30 detik
= 3,14
A. Untuk h = 12 cm
V1 = 30 ml V4 = 31 ml
V2 = 30 ml V5 = 30 ml
V3 = 30 ml
Sehingga ;
= 30,2 ml
B. Untuk h = 15 cm
V1 = 38 ml V4 = 39 ml
V2 = 38 ml V5 = 39 ml
V3 = 39 ml
Sehingga ;
= 38,6 ml
C. Untuk h = 18 cm
V1 = 44 ml V4 = 43 ml
V2 = 44 ml V5 = 45 ml
V3 = 45 ml
Sehingga ;
= 44,2 ml
D. Untuk h = 21 cm
V1 = 50 ml V4 = 49 ml
V2 = 49 ml V5 = 50 ml
V3 = 49 ml
Sehingga ;
= 49,4 ml
E. Untuk h = 24 cm
V1 = 54 ml V4 = 54 ml
V2 = 55 ml V5 = 56 ml
V3 = 54 ml
Sehingga ;
= 5,46 ml
VI. Analisa Data
A. Menentukan volume yang mengalir tiap detik
1) Q =
= 1,01 x 10-3 m3/s
2) Q =
= 1,29 x 10-3 m3/s
3) Q =
= 1,47 x 10-3 m3/s
4) Q =
= 1,65 x 10-3 m3/s
5) Q =
= 1,82 x 10-3 m3/s
B. Menentukan Koefesien Viskositas
1. =
=
= 8,27. 10 Pa.s
2. =
=
= 8,09. 10 Pa.s
3. =
=
= 8,51. 10 Pa.s
4. =
=
= 8,24. 10 Pa.s
5. =
=
= 9,12. 10 Pa.s
VI. Pembahasan
Aliran lewat tabung turbulen bergantung pada kerapatan dan viskositas fluida dan jari-jari viskositas merupakan fluida yang bergerak dan mengalami gesekan internal. Laju aliran dalam tabung yang bulat bergantung pada viskositas fluida. Perbedaan tekanan dan dimensi tabung aliran fluida yang tidak bisa ditekan akan mengalani aliran laminer pada tabung silinders.
Hukum poiseville berlaku hanya pada aliran fluida laminer dengan viskositas konstan yang tidak bergantung pada kecepatan fluida. Bila aliran fluida cukup besar, aliran laminer rusak dan mengalami turbulensi. Kecepatan kritis yang di atasnya dari tabung, jila fluida mengalir lewat sebuah pipa panjang horizontal berpenampang konstan yang sempit tekanan sepanjang pipa akn konstan.
dari hasil percobaan yang dilakukan dimana untuk menentukan vplume yang mengalir perdetik dengan menggunakan rumus Q = v/t, di dapatkan hasil sebagai berikut :
Q1 = 1,01. 10-3 m3/s
Q2 = 1,29. 10-3 m3/s
Q3 = 1,47. 10-3 m3/s
Q4 = 1,65. 10-3 m3/s
Q5 = 1,82. 10-3 m3/s
Dari volume cairan dapat di ketahui koefesien viskositas, pada hasil perhitungan diperoleh, yaitu sebagai berikut ;
VII. Kesimpulan
1. Aliran zat cair (fluida) dalam tabung yang berdiameter 3 mm mengalir secara laminer.
2. koefesien viskositas air yang diperoleh dari data hasil percobaan dengan menggunakan persamaan poiseville tidak sama dengan koefesien viskositas ( ) air yang ada pada literatur.
Laporan
VISKOSITAS AIR
Disusun Oleh :
Hapsa
A 241 04 030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNTAD, 2008
I. Tujuan
1. Untuk mempelajari aliran zat cair dalam tabung yang berdiameter 3 mm.
2. Menghitung koefisien viskositas ( ) air dengan memakai tabung yang berdiameter 3mm.
II. Alat dan Bahan
1. Peralatan viskositas aliran.
2. tabung berdiameter 3 mm.
3. Gelas ukur 100 ml.
4. Penggaris.
5. Stopwatch.
6. Pipa Kapiler.
III. Dasar Teori
Suatu fluida yang bergerak akan mengalami gesekan internal yang disebut sebagai viskositas. Hal ini terjadi baik dalam gas maupun dalam gas maupun cairan yang terjadi karena perbedaan lapisan fluida saat bergerak relatif satu sama lain. Laju aliran fluida dalam tabung bergantung pada viskositas fluida, perbedaan tekanan dan dimensi air tabung untuk aliran zat cair dalam pipa kapiler berlaku rumus poiseville :
Dengan :
Q = Volume cairan yang mengalir perdetik.
= Beda tekanan antara jung-ujung pipa.
= Viskositas Zat cair
R = Jari-jari dalam penampang pipa kapiler.
L = Panjang pipa kapiler.
Agar rumus poiseville berlaku, letak pipa kapiler harus horizontal, persamaan (1) dapat disederhanakan :
Dengan ;
h = Tinggi permukaan air
g = Percepatan gravitasi
= Kerapatan zat cair.
IV. Prosedur Kerja
1. Menyusun alat-alat yang digunakan seperti pada gambar :
2. Mengalirkan air melalui pipa kapiler. Mencatat volume air yang tertampung selama 30 detik.
3. Mengulangi percobaan 2 untuk berbagai kedudukan tinggi pipa kapiler.
V. Hasil Pengamatan
Jika diketahui ;
L = 28 cm
= 1 Kg/m3, g = 9,8 m/s2
= 3,0 mm
t = 30 detik
= 3,14
A. Untuk h = 12 cm
V1 = 30 ml V4 = 31 ml
V2 = 30 ml V5 = 30 ml
V3 = 30 ml
Sehingga ;
= 30,2 ml
B. Untuk h = 15 cm
V1 = 38 ml V4 = 39 ml
V2 = 38 ml V5 = 39 ml
V3 = 39 ml
Sehingga ;
= 38,6 ml
C. Untuk h = 18 cm
V1 = 44 ml V4 = 43 ml
V2 = 44 ml V5 = 45 ml
V3 = 45 ml
Sehingga ;
= 44,2 ml
D. Untuk h = 21 cm
V1 = 50 ml V4 = 49 ml
V2 = 49 ml V5 = 50 ml
V3 = 49 ml
Sehingga ;
= 49,4 ml
E. Untuk h = 24 cm
V1 = 54 ml V4 = 54 ml
V2 = 55 ml V5 = 56 ml
V3 = 54 ml
Sehingga ;
= 5,46 ml
VI. Analisa Data
A. Menentukan volume yang mengalir tiap detik
1) Q =
= 1,01 x 10-3 m3/s
2) Q =
= 1,29 x 10-3 m3/s
3) Q =
= 1,47 x 10-3 m3/s
4) Q =
= 1,65 x 10-3 m3/s
5) Q =
= 1,82 x 10-3 m3/s
B. Menentukan Koefesien Viskositas
1. =
=
= 8,27. 10 Pa.s
2. =
=
= 8,09. 10 Pa.s
3. =
=
= 8,51. 10 Pa.s
4. =
=
= 8,24. 10 Pa.s
5. =
=
= 9,12. 10 Pa.s
VI. Pembahasan
Aliran lewat tabung turbulen bergantung pada kerapatan dan viskositas fluida dan jari-jari viskositas merupakan fluida yang bergerak dan mengalami gesekan internal. Laju aliran dalam tabung yang bulat bergantung pada viskositas fluida. Perbedaan tekanan dan dimensi tabung aliran fluida yang tidak bisa ditekan akan mengalani aliran laminer pada tabung silinders.
Hukum poiseville berlaku hanya pada aliran fluida laminer dengan viskositas konstan yang tidak bergantung pada kecepatan fluida. Bila aliran fluida cukup besar, aliran laminer rusak dan mengalami turbulensi. Kecepatan kritis yang di atasnya dari tabung, jila fluida mengalir lewat sebuah pipa panjang horizontal berpenampang konstan yang sempit tekanan sepanjang pipa akn konstan.
dari hasil percobaan yang dilakukan dimana untuk menentukan vplume yang mengalir perdetik dengan menggunakan rumus Q = v/t, di dapatkan hasil sebagai berikut :
Q1 = 1,01. 10-3 m3/s
Q2 = 1,29. 10-3 m3/s
Q3 = 1,47. 10-3 m3/s
Q4 = 1,65. 10-3 m3/s
Q5 = 1,82. 10-3 m3/s
Dari volume cairan dapat di ketahui koefesien viskositas, pada hasil perhitungan diperoleh, yaitu sebagai berikut ;
VII. Kesimpulan
1. Aliran zat cair (fluida) dalam tabung yang berdiameter 3 mm mengalir secara laminer.
2. koefesien viskositas air yang diperoleh dari data hasil percobaan dengan menggunakan persamaan poiseville tidak sama dengan koefesien viskositas ( ) air yang ada pada literatur.
Laporan
VISKOSITAS AIR
Disusun Oleh :
Hapsa
A 241 04 030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNTAD, 2008
Laboratorium Fisika ( Ayunan puntir )
AYUNAN PUNTIR
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan konstanta k dan modulus geser dari kawat logam.
II. ALAT DAN BAHAN
1. Mistar/meteran gulung
2. Mikrometer sekrup (0-25 mm)
3. Kawat logam atau besi
4. Plat logam/kayu
5. Statif dan Penjepit (alat yang menyerupai statif)
6. Timer Counter (AT-02)
7. Gergaji besi
8. Busur derajat dan karet.
III. DASAR TEORI
Bila suatu benda yang digantungkan pada kawat diputar pada bidang horizontal (di beri simpang sudut), kemudian dilepas, maka benda tersebut akan bergerak osilasi dan salah satu system fisis yang bergerak mengikuti gerak harmonik sederhana yaitu dengan metode puntiran (torinal pendulum). Adapun Periode gerak osilasi memenuhi persamaan I :
………………………………………(1)
Dengan P adalah periode osilasi, I adalah momentum kelembaman terhadap sumbu rotasi dan k merupakan konstanta puntir.
Modulus benda (Bulk Modulus) adalah bilangan yang m,enggambarkan perubahan volume benda yang elastis. Misalkan gaya diadakan pada permukaan benda secara homogen dari semua arah tegak lurus.
Modulus geser (M) adalah bilangan yang menggambarkan perubahan bentuk benda yang elastis. Modulus geser merupakan hasil bagi antara tegangan geser dengan regangan geser.
Hubungan antara konstanta puntir dan modulus geser dinyatakan oleh persamaan :
………………………….(2)
Atau
Sedangkan untuk menentukan konstanta modulus geser dinyatakan oleh persamaan berikut:
M =
Dengan : L = Panjang kawat
r = Jari-jari kawat.
M = Modulus geser
P = Periode
IV. PROSEDUR KERJA
1. Menggantungkan benda pada suaru poros (statif) yang melalui pusat massa dan tegak lurus pada bidang-bidang benda.
2. Mengukur panjang dan diameter kawat yang dipakai, panjang kawat mulai dari 100 cm.
3. Memutar benda dengan sudut kecil, kemudian melepaskan sehingga benda berisolasi, mencatat waktu yang diperlukan untuk 5 kali ayunan.
4. Mengulangi langkah ke tiga untuk harga yang berlainan.
V. HASIL PENGAMATAN
Table hasil pengamatan
No L (cm) (o)
t (s) R (mm)
1
2
3 100
75
50 30
30
30 10,99
10,98
10,97 7,725
7,72
7,72
r = 9x10-2 m
m = 0,223 kg
g = 9,8 m/s2
=
=
= 7,7216x10-3 m
VI. ANALISA DATA
a. Perhitungan Umum
* Menghitung momen kelembaban benda
I = mr2
= (0,2239 kg)(9x10-2m)2
= 0,00181 kgm2
• Menghitung nilai konstanta:
= 3,76x10-4 kgm2/s2
=3,7710-4 kgm2/s2
= 3,78-4 kgm2/s2
• menghitung nilai modulus geser: M =
kgm-1s-2
kgm-1s-2
kgm-1s-2
b. Perhitungan Ralat
Untuk L = 1 meter
kgm-1s-2
kgm-1s-2… Jadi ada 2 angka berarti
Untuk L = 0,75 meter
kgm-1s-2
kgm-1s-2 ….. Jadi ada 2 angka berarti
Untuk L = 0,5 meter
kgm-1s-2
kgm-1s-2 …….Jadi ada 2 angka berarti
VII PEMBAHASAN
Sebuah partikel dikatakan berisolasi apabila bergerak secara periodik terhadap posisi setimbangnya. Setiap gerak yang berulang dalam selang waktu tertentu disebut sebagai periodik.
Jika suatu benda (kawat) diberi simpangan (simpang sudut) dengan cara memutar benda tersebut kemudian melepaskannya , maka benda tersebut akan terpuntir (bergerak secara isolasi), dan benda juga akan mengalami gerak harmonik anguler, hal ini disebabkan oleh gaya puntir dari benda itu sendiri.
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh nilai konstanta k dengan menggunakan sudut yang sama seperti pada tabel berikut:
periode Konstanta k
10,99
10,98
10,97 3,76x10-4 kgm2/s2
3,77x10-4 kgm2/s2
3,78x10-kgm2/s2
Sedangkan nilai modulus geser yang diperoleh untuk panjang kawat yang berbeda dan sudut yang sama yaitu tampak seperti pada tabel dibawah ini:
Panjang kawat Nilai modulus geser
100 cm
75 cm
50 cm 68363,6 kg/ms-2
51409,1kg/ms-2
34363,6kg/ms-2
Dari data yang tertera pada tabel diatas, tampak bahwa nilai konstanta k dari suatu kawat yang diperoleh sudah hampir sama sebagaimana yang diharapkan bahwa konstanta suatu kawat atau benda harus sama apabila jenis kawatnya juga sama.adapun faktor yang menyebabkan adanya sedikit perbedaan yang diperoleh pada nilai konstanta k karena pada saat melakukan puntiran, praktikan dalam hal ini saya tidak bisa memastikan dan tidak bisa mengukur kecepatan memuntir benda. Sehingga tidak bisa dipastikan besarnya puntiran pada perlakuan pertama sama dengan besarnya puntiran yang dilakukan pada puntiran ke dua dan ketiga, sehingga perbedaan puntiran ini menyebabkan periode puntiran juga berbeda.hal inilah yang menyebabkan adanya sedikit perbedaan pada nilai kontanta. Di samping faktor ketelitian dan kalibrasi alat. Dan untuk nilai modulus geser besarnya bergantung pada panjang kawat dimana, semakin panjang kawat suatu benda, maka nilai modulus gesernya akan semakin besar pula dan sebaliknya.
Adapun hubungan pertambahan panjang kawat dengan periode kuadrat
seperti terlihat pada gambar dibawah :
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Konstanta dari suatu benda dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
2. sedangkan untuk menghitung nilai modulus geser suatu benda digunakan rumus: M=
3. Periode suatu kawat/benda sebanding panjang kawat dari benda tersebut, dengan kata lain semakin panjang suatu kawat maka akan semakin besar pula periodenya.
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan konstanta k dan modulus geser dari kawat logam.
II. ALAT DAN BAHAN
1. Mistar/meteran gulung
2. Mikrometer sekrup (0-25 mm)
3. Kawat logam atau besi
4. Plat logam/kayu
5. Statif dan Penjepit (alat yang menyerupai statif)
6. Timer Counter (AT-02)
7. Gergaji besi
8. Busur derajat dan karet.
III. DASAR TEORI
Bila suatu benda yang digantungkan pada kawat diputar pada bidang horizontal (di beri simpang sudut), kemudian dilepas, maka benda tersebut akan bergerak osilasi dan salah satu system fisis yang bergerak mengikuti gerak harmonik sederhana yaitu dengan metode puntiran (torinal pendulum). Adapun Periode gerak osilasi memenuhi persamaan I :
………………………………………(1)
Dengan P adalah periode osilasi, I adalah momentum kelembaman terhadap sumbu rotasi dan k merupakan konstanta puntir.
Modulus benda (Bulk Modulus) adalah bilangan yang m,enggambarkan perubahan volume benda yang elastis. Misalkan gaya diadakan pada permukaan benda secara homogen dari semua arah tegak lurus.
Modulus geser (M) adalah bilangan yang menggambarkan perubahan bentuk benda yang elastis. Modulus geser merupakan hasil bagi antara tegangan geser dengan regangan geser.
Hubungan antara konstanta puntir dan modulus geser dinyatakan oleh persamaan :
………………………….(2)
Atau
Sedangkan untuk menentukan konstanta modulus geser dinyatakan oleh persamaan berikut:
M =
Dengan : L = Panjang kawat
r = Jari-jari kawat.
M = Modulus geser
P = Periode
IV. PROSEDUR KERJA
1. Menggantungkan benda pada suaru poros (statif) yang melalui pusat massa dan tegak lurus pada bidang-bidang benda.
2. Mengukur panjang dan diameter kawat yang dipakai, panjang kawat mulai dari 100 cm.
3. Memutar benda dengan sudut kecil, kemudian melepaskan sehingga benda berisolasi, mencatat waktu yang diperlukan untuk 5 kali ayunan.
4. Mengulangi langkah ke tiga untuk harga yang berlainan.
V. HASIL PENGAMATAN
Table hasil pengamatan
No L (cm) (o)
t (s) R (mm)
1
2
3 100
75
50 30
30
30 10,99
10,98
10,97 7,725
7,72
7,72
r = 9x10-2 m
m = 0,223 kg
g = 9,8 m/s2
=
=
= 7,7216x10-3 m
VI. ANALISA DATA
a. Perhitungan Umum
* Menghitung momen kelembaban benda
I = mr2
= (0,2239 kg)(9x10-2m)2
= 0,00181 kgm2
• Menghitung nilai konstanta:
= 3,76x10-4 kgm2/s2
=3,7710-4 kgm2/s2
= 3,78-4 kgm2/s2
• menghitung nilai modulus geser: M =
kgm-1s-2
kgm-1s-2
kgm-1s-2
b. Perhitungan Ralat
Untuk L = 1 meter
kgm-1s-2
kgm-1s-2… Jadi ada 2 angka berarti
Untuk L = 0,75 meter
kgm-1s-2
kgm-1s-2 ….. Jadi ada 2 angka berarti
Untuk L = 0,5 meter
kgm-1s-2
kgm-1s-2 …….Jadi ada 2 angka berarti
VII PEMBAHASAN
Sebuah partikel dikatakan berisolasi apabila bergerak secara periodik terhadap posisi setimbangnya. Setiap gerak yang berulang dalam selang waktu tertentu disebut sebagai periodik.
Jika suatu benda (kawat) diberi simpangan (simpang sudut) dengan cara memutar benda tersebut kemudian melepaskannya , maka benda tersebut akan terpuntir (bergerak secara isolasi), dan benda juga akan mengalami gerak harmonik anguler, hal ini disebabkan oleh gaya puntir dari benda itu sendiri.
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh nilai konstanta k dengan menggunakan sudut yang sama seperti pada tabel berikut:
periode Konstanta k
10,99
10,98
10,97 3,76x10-4 kgm2/s2
3,77x10-4 kgm2/s2
3,78x10-kgm2/s2
Sedangkan nilai modulus geser yang diperoleh untuk panjang kawat yang berbeda dan sudut yang sama yaitu tampak seperti pada tabel dibawah ini:
Panjang kawat Nilai modulus geser
100 cm
75 cm
50 cm 68363,6 kg/ms-2
51409,1kg/ms-2
34363,6kg/ms-2
Dari data yang tertera pada tabel diatas, tampak bahwa nilai konstanta k dari suatu kawat yang diperoleh sudah hampir sama sebagaimana yang diharapkan bahwa konstanta suatu kawat atau benda harus sama apabila jenis kawatnya juga sama.adapun faktor yang menyebabkan adanya sedikit perbedaan yang diperoleh pada nilai konstanta k karena pada saat melakukan puntiran, praktikan dalam hal ini saya tidak bisa memastikan dan tidak bisa mengukur kecepatan memuntir benda. Sehingga tidak bisa dipastikan besarnya puntiran pada perlakuan pertama sama dengan besarnya puntiran yang dilakukan pada puntiran ke dua dan ketiga, sehingga perbedaan puntiran ini menyebabkan periode puntiran juga berbeda.hal inilah yang menyebabkan adanya sedikit perbedaan pada nilai kontanta. Di samping faktor ketelitian dan kalibrasi alat. Dan untuk nilai modulus geser besarnya bergantung pada panjang kawat dimana, semakin panjang kawat suatu benda, maka nilai modulus gesernya akan semakin besar pula dan sebaliknya.
Adapun hubungan pertambahan panjang kawat dengan periode kuadrat
seperti terlihat pada gambar dibawah :
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dan hasil perhitungan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Konstanta dari suatu benda dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
2. sedangkan untuk menghitung nilai modulus geser suatu benda digunakan rumus: M=
3. Periode suatu kawat/benda sebanding panjang kawat dari benda tersebut, dengan kata lain semakin panjang suatu kawat maka akan semakin besar pula periodenya.
Laboratorium Fisika ( Hukum Boyle )
HUKUM BOYLE
I. TUJUAN
Menemukan hubungan antara volume dan tekanan pada suhu konstan
II. ALAT DAN BAHAN
1. Bekas penyuntik tinta (Tabung berpiston)
2. Set alat manometer pipa U
3. Jangka sorong
4. Mistar
5. Barometer
III. DASAR TEORI
Jika pada suhu gas dijaga tetap, perhatikan gambar dibawah ini :
l1 l2 l3
Misalkan volume dan tekanan mula-mula V1 dan P1. Piston digerakkan kebawah menjadi ½ V1, ternyata tekanan gas bertambah menjadi 2P1 dan jika piston digerakkan lagi ke bawah sehingga volume menjadi ¼ V1 maka takanannya menjadi 4P1, begitu seterusnya. Dari hasil ini diperoleh kesimpulan bahwa :
“ Dalam sebuah sistem yang tertutup dan bersuhu tetap, besar tekanan gas akan berbanding terbalik dengan besar volumenya
Secara matematik dapat dinyatakan :
P ~ 1/V
PV = Konstan atau P1V1=P2V2=…=PnVn
Dengan :
P1 = Tekanan mutlak mula-mula gas dalam ruang
P2 = Tekanan mutlak akhir dalam ruang
V1 = Volume mula-mula gas dalam ruang
V2 = Volume akhir dari dalam ruang
Dalam persamaan gas ideal, selai suhu mutlak maka tekanan juga dinyatakan dalam tekanan mutlak. Adapun persamaan tekanan pada keadaan gas ideal adalah sebagai berikut :
P = PA + PG
Dengan :
P = Tekanan Mutlak,satuannya pascal (Pa)
PA = Tekanan Atmosfer atau tekanan udara luar sebesar 76 cmHg(101 kPa)
Po = Tekanan Ukur, satuannya Pa atau N/m2
IV. PROSEDUR KERJA
1. Menyusun alat seperti gambar dibawah ini
2. Menarik piston pada ujung atas sehingga volume tabung maksimum, dan mengamati selisih kolom raksa pada pipa U
3. Menekan piston sampai posisi piston setengah panjang tabung dan mengamati selisih kolom raksa pada pipa U
4. Mengulangi langkah 3 untuk posisi piston ¼ dan 1/8 panjang tabung
V. HASIL PENGAMATAN
No Panjang tabung
Lx10-2 (m) Tinggi kolom hx10-2 (m)
Jari-jari tabung r(m)x10-2
1
2
3
4
2,0
1,0
0,5
0,2
4,0
5,0
5,0
2,0
1,36
1,41
1,41
1,36
Po = 1023 mBar = 1,02300.105 N/m2
Nst jangka sorong = 0,05 mm
Nst Mistar = 0,1 cm
VI. ANALISA DATA
A. Perhitungan Umum
Volume Udara (Volume Tabung)
V = A . l dimana A = πr2
Tekanan Udara
P = Po + ρgh
Dimana Po = 102300 N/m2
ρ = 13600 kg/m3
g = 9,8 m/s2
1.
2.
3.
4.
• Hasil kali volume dan tekanan pada setiap keadaan
1.
2.
3.
4.
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini kita diharapkan dapat menemukan hubungan antara volume dan tekanan pada suhu yang konstan dengan menerapkan Hukum Boyle. Tekanan diperoleh dengan mengukur ketinggia raksa (h) ketika piston ditekan dan nilai h dimasukkan kedalam persamaan P = Po + ρgh, sedangkan volume diperoleh melalui pengukuran diameter tabung dan tinggi tabung (l) pada setiap keadaan dan volume dapat dihitung dengan menggunakan persamaan V = A.l. Dari hasil analisa data dan grafik hubungan P-V, maka di peroleh bahwa besar tekanan pada sistem tertutup dalam hal ini berupa tabung berpiston, akan berbanding terbalik dengan besar volumenya, dimana jika volume diperkecil maka tekanannya semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hukum Boyle. Pada prinsipnya hukum Boyle menyatakan, jika piston digerakkan ke bawah menjadi ½ V1, ternyata tekanan gas bertambah menjadi 2P1 dan jika piston digerakkan lagi kebawah sehingga volumenya menjadi ¼ V1 maka tekanannya menjadi 4P1.
Berdasarkan hasil percobaan dan dilanjutkan dengan analisa data, dapat disimpulkan bahwa jika volumenya dijadikan setengah dari volume mula-mula maka tekanannya menjadi 2 kali tekanan semula dan ini berarti pernyataan Hukum Boyle dapat di buktikan melalui percobaan ini. Adapun data hasil percobaan yang menunjukkan hubungan volume dan tekanan pada suhu yang konstan adalah sebagai berikut :
No P x 105 (N/m2) V x 10-6(m3) PV
1.
2.
3.
4. 1,07631
2,12595
3,25559
4,30524 11,66
6,28
3,14
1,45 1,255
1,36
1,02
0,62
Dari data hasil kali perkalian antara volume dan tekanan, seharusnya diperoleh nilai yang sama untuk setiap keadaan, namun kenyataanya terjadi penyimpangan nilai, walaupun hanya berkisar antara 0,02 - 0,4. Penyimpangan data tersebut mungkin disebabkan oleh keterbatasan alat yang digunakan karena alat tersebut merupakan hasil rancangan sendiri yang masih banyak memiliki kekurangan.
VIII. KESIMPULAN
• Berdasarkan hasil percobaan untuk menemukan hubungan anatara volume dan tekanan pada suhu konstan, maka dapat disimpulkan bahwa besar tekanan akan berbanding terbalik dengan volumenya.
• Dan secara matematis dapat dituliskan :
PV = Konstan atau P1V1=P2V2=…=PnVn
I. TUJUAN
Menemukan hubungan antara volume dan tekanan pada suhu konstan
II. ALAT DAN BAHAN
1. Bekas penyuntik tinta (Tabung berpiston)
2. Set alat manometer pipa U
3. Jangka sorong
4. Mistar
5. Barometer
III. DASAR TEORI
Jika pada suhu gas dijaga tetap, perhatikan gambar dibawah ini :
l1 l2 l3
Misalkan volume dan tekanan mula-mula V1 dan P1. Piston digerakkan kebawah menjadi ½ V1, ternyata tekanan gas bertambah menjadi 2P1 dan jika piston digerakkan lagi ke bawah sehingga volume menjadi ¼ V1 maka takanannya menjadi 4P1, begitu seterusnya. Dari hasil ini diperoleh kesimpulan bahwa :
“ Dalam sebuah sistem yang tertutup dan bersuhu tetap, besar tekanan gas akan berbanding terbalik dengan besar volumenya
Secara matematik dapat dinyatakan :
P ~ 1/V
PV = Konstan atau P1V1=P2V2=…=PnVn
Dengan :
P1 = Tekanan mutlak mula-mula gas dalam ruang
P2 = Tekanan mutlak akhir dalam ruang
V1 = Volume mula-mula gas dalam ruang
V2 = Volume akhir dari dalam ruang
Dalam persamaan gas ideal, selai suhu mutlak maka tekanan juga dinyatakan dalam tekanan mutlak. Adapun persamaan tekanan pada keadaan gas ideal adalah sebagai berikut :
P = PA + PG
Dengan :
P = Tekanan Mutlak,satuannya pascal (Pa)
PA = Tekanan Atmosfer atau tekanan udara luar sebesar 76 cmHg(101 kPa)
Po = Tekanan Ukur, satuannya Pa atau N/m2
IV. PROSEDUR KERJA
1. Menyusun alat seperti gambar dibawah ini
2. Menarik piston pada ujung atas sehingga volume tabung maksimum, dan mengamati selisih kolom raksa pada pipa U
3. Menekan piston sampai posisi piston setengah panjang tabung dan mengamati selisih kolom raksa pada pipa U
4. Mengulangi langkah 3 untuk posisi piston ¼ dan 1/8 panjang tabung
V. HASIL PENGAMATAN
No Panjang tabung
Lx10-2 (m) Tinggi kolom hx10-2 (m)
Jari-jari tabung r(m)x10-2
1
2
3
4
2,0
1,0
0,5
0,2
4,0
5,0
5,0
2,0
1,36
1,41
1,41
1,36
Po = 1023 mBar = 1,02300.105 N/m2
Nst jangka sorong = 0,05 mm
Nst Mistar = 0,1 cm
VI. ANALISA DATA
A. Perhitungan Umum
Volume Udara (Volume Tabung)
V = A . l dimana A = πr2
Tekanan Udara
P = Po + ρgh
Dimana Po = 102300 N/m2
ρ = 13600 kg/m3
g = 9,8 m/s2
1.
2.
3.
4.
• Hasil kali volume dan tekanan pada setiap keadaan
1.
2.
3.
4.
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini kita diharapkan dapat menemukan hubungan antara volume dan tekanan pada suhu yang konstan dengan menerapkan Hukum Boyle. Tekanan diperoleh dengan mengukur ketinggia raksa (h) ketika piston ditekan dan nilai h dimasukkan kedalam persamaan P = Po + ρgh, sedangkan volume diperoleh melalui pengukuran diameter tabung dan tinggi tabung (l) pada setiap keadaan dan volume dapat dihitung dengan menggunakan persamaan V = A.l. Dari hasil analisa data dan grafik hubungan P-V, maka di peroleh bahwa besar tekanan pada sistem tertutup dalam hal ini berupa tabung berpiston, akan berbanding terbalik dengan besar volumenya, dimana jika volume diperkecil maka tekanannya semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hukum Boyle. Pada prinsipnya hukum Boyle menyatakan, jika piston digerakkan ke bawah menjadi ½ V1, ternyata tekanan gas bertambah menjadi 2P1 dan jika piston digerakkan lagi kebawah sehingga volumenya menjadi ¼ V1 maka tekanannya menjadi 4P1.
Berdasarkan hasil percobaan dan dilanjutkan dengan analisa data, dapat disimpulkan bahwa jika volumenya dijadikan setengah dari volume mula-mula maka tekanannya menjadi 2 kali tekanan semula dan ini berarti pernyataan Hukum Boyle dapat di buktikan melalui percobaan ini. Adapun data hasil percobaan yang menunjukkan hubungan volume dan tekanan pada suhu yang konstan adalah sebagai berikut :
No P x 105 (N/m2) V x 10-6(m3) PV
1.
2.
3.
4. 1,07631
2,12595
3,25559
4,30524 11,66
6,28
3,14
1,45 1,255
1,36
1,02
0,62
Dari data hasil kali perkalian antara volume dan tekanan, seharusnya diperoleh nilai yang sama untuk setiap keadaan, namun kenyataanya terjadi penyimpangan nilai, walaupun hanya berkisar antara 0,02 - 0,4. Penyimpangan data tersebut mungkin disebabkan oleh keterbatasan alat yang digunakan karena alat tersebut merupakan hasil rancangan sendiri yang masih banyak memiliki kekurangan.
VIII. KESIMPULAN
• Berdasarkan hasil percobaan untuk menemukan hubungan anatara volume dan tekanan pada suhu konstan, maka dapat disimpulkan bahwa besar tekanan akan berbanding terbalik dengan volumenya.
• Dan secara matematis dapat dituliskan :
PV = Konstan atau P1V1=P2V2=…=PnVn
Langganan:
Postingan (Atom)